PERNYATAAN
SIKAP KNPB DALAM PERAYAAN HUT PAPUA BARAT KE-53 DAN SIKAP DUKUNGAN TERHADAP
SIMPOSIUM VANUATU
1
Desember 1961 adalah Hari lahirnya Embrio Negara West Papua. Selama 53 tahun
wilayah Papua barat jajah oleh klonial Indonesia rakyat Papua Barat tidak
pernah diam untuk memperjuangkan Hak Politik bangsa Papua dirampas oleh
klonialisme NKRI atas kongkalingkong amerika serikat Belanda dan Indonesia
untuk kepentingan Ekonomi di Papua Barat. Nasib bangsa Papua bangsa Papua Barat
tidak akan pernah ditentukan oleh bangsa lain, termasuk bangsa Indonesia, nasib
masa depan bangsa Papua Barat akan ditentukan oleh bangsa Papua Barat sendiri
sesui dengan cita-cita leluhur bangsa Papua barat berdasarkan Emprio manuvesto
Politik bangsa Papua Barat yang di deklarasikan pada tanggal 1 Desember 1961.
Tuntutan
rakyat Papua Barat untuk merdeka lepas dari neo-kolonialisme Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI) dan neo-kapitalisme Negara Dunia Pertama sudah ada
sebelum Indonesia menguasai wilayah Papua Barat. 53 tahun silam generasi
pertama telah meletakan landasan perjuangan oleh tokoh-tokoh terkemuka Papua
Barat. Tuntutan rakyat Papua Barat untuk merdeka sebagai negara merdeka sudah
ada jauh sebelum kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945. Memasuki tahun 1960-an
para politisi dan negarawan Papua Barat yang terdidik lewat sekolah Polisi dan
sebuah sekolah Pamongpraja (Bestuurschool) di Jayapura (Hollandia), dengan
mendidik 400 orang antara tahun 1944-1949 mempersiapkan kemerdekaan Papua
Barat.
Landasan
perjuagan kita saat ini adalah 1 Desember 1961, Komite Nasional Papua (KNP)
telah mendeklarasikan indenditas Bangsa Papua Barat, yaitu nama Negara, nama
bendera, lagu kebangsaan dan Wilayah tritorial West Papua. Dalam deklarasi
menivesto polik oleh KNPB ini selanjutnya diserakan kepada Dewan New Guniea
Raad (DNGR) untuk mempersiapkan atribut Negara lainya oleh lembaga politik yang
dibentuk pada saat itu sebagai lebaga refresentatif bangsa Papua Barat.
Kita
generasi ke 3 patut bersyukur kepada Dewan New Guniea Raad (DNGR) dan Komite
Nasional Papua (KNP) telah meletakan landasan sejarah bangsa Papua untuk
mempertahankan indentitas bangsa di atas negeri ini untuk diperjuangkan oleh
sengenap komponen rakyat Bangsa Papua Barat.
Ketika
Papua Barat masih menjadi daerah sengketa akibat perebutan wilayah itu antara
Indonesia dan Belanda, tuntutan rakyat Papua Barat untuk merdeka sebagai negara
merdeka sudah ada jauh sebelum kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945. Memasuki
tahun 1960-an para politisi dan negarawan Papua Barat yang terdidik lewat
sekolah Polisi dan sebuah sekolah Pamongpraja (Bestuurschool) di Jayapura
(Hollandia), dengan mendidik 400 orang antara tahun 1944-1949 mempersiapkan
kemerdekaan Papua Barat.
Atas
desakan para politisi dan negarawan Papua Barat yang terdidik, maka pemerintah
Belanda membentuk Nieuw Guinea Raad (Dewan Nieuw Guinea). Beberapa tokoh-tokoh
terdidik yang masuk dalam Dewan ini adalah M.W. Kaisiepo dan Mofu (Kepulauan
Chouten/Teluk Cenderawasih), Nicolaus Youwe (Hollandia), P. Torey
(Ransiki/Manokwari), A.K. Gebze (Merauke), M.B. Ramandey (Waropen), A.S. Onim
(Teminabuan), N. Tanggahma (Fakfak), F. Poana (Mimika), Abdullah Arfan (Raja
Ampat). Kemudian wakil-wakil dari keturunan Indo-Belanda adalah O de Rijke
(mewakili Hollandia) dan H.F.W. Gosewisch (mewakili Manokwari).
Setelah
melakukan berbagai persiapan disertai dengan perubahan politik yang cepat
akibat ketegangan Indonesia dan Belanda, maka dibentuk Komite Nasional yang
beranggotakan 21 orang untuk membantu Dewan Nieuw Guinea dalam mempersiapkan
kemerdekaan Papua Barat. Komite Nasional Papua dilengkapi dengan 70 orang Papua
yang berpendidikan dan berhasil melahirkan Manifesto Politik yang isinya: 1.
Menetukan nama Negara : Papua Barat 2. Menentukan lagu kebangsaan : Hai Tanahku
Papua 3.Menentukan bendera Negara : Bintang Kejora 4. Menentukan bahwa bendera
Bintang Kejora akan dikibarkan pada 1 November 1961. Lambang Negara Papua Barat
adalah Burung Mambruk dengan semboyan “One People One Soul”.
Komite
Nasional Papua, pada 1 Desember 1961 di Hollandia, Bintang Kejora dikibarkan
sekaligus “Deklarasi Kemerdekaan Papua Barat”. Bendera Bintang Kejora
dikibarkan di samping bendera Belanda, dan lagu kebangsaan “Hai Tanahku Papua”
dinyanyikan setelah lagu kebangsaan Belanda “Wilhelmus”.
Walaupun
Papua Barat telah mendeklarasikan diri sebagai negara yang merdeka dan
berdaulat, tetapi kemerdekaan itu hanya berumur 19 hari, karena tanggal 19
Desember 1961 Presiden Soekarno mengeluarkan Tri Komando Rakyat di Alun-alun
Utara Yogyakarta yang isinya: Pertama Gagalkan Pembentukan “Negara Boneka
Papua” buatan Belanda Kolonial, Kedua Kibarkan Sang Merah Putih di Irian Barat
Tanah Air Indonesia Ketiga Bersiaplah untuk mobilisasi umum guna mempertahankan
kemerdekaan dan kesatuan Tanah Air dan Bangsa.
Realisasi
dari isi Trikora ini, maka Presiden Soekarno sebagai Panglima Besar Komando
Tertinggi Pembebasan Irian Barat mengeluarkan Keputusan Presiden No. 1 Tahun
1962 yang memerintahkan kepada Panglima Komando Mandala, Mayor Jendral Soeharto
untuk melakukan operasi militer ke wilayah Irian Barat untuk merebut wilayah
itu dari tangan Belanda.
Akhirnya dilakukan beberapa gelombang Operasi Militer di Papua Barat dengan satuan militer yang diturunkan untuk operasi lewat udara dalam fase infiltrasi seperti Operasi Banten Kedaton, Operasi Garuda, Operasi Serigala, Operasi Kancil, Operasi Naga, Operasi Rajawali, Operasi Lumbung, Operasi Jatayu. Operasi lewat laut adalah Operasi Show of Rorce, Operasi Cakra, dan Operasi Lumba-lumba. Sedangkan pada fase eksploitasi dilakukan Operasi Jayawijaya dan Operasi Khusus (Opsus).
Akhirnya dilakukan beberapa gelombang Operasi Militer di Papua Barat dengan satuan militer yang diturunkan untuk operasi lewat udara dalam fase infiltrasi seperti Operasi Banten Kedaton, Operasi Garuda, Operasi Serigala, Operasi Kancil, Operasi Naga, Operasi Rajawali, Operasi Lumbung, Operasi Jatayu. Operasi lewat laut adalah Operasi Show of Rorce, Operasi Cakra, dan Operasi Lumba-lumba. Sedangkan pada fase eksploitasi dilakukan Operasi Jayawijaya dan Operasi Khusus (Opsus).
Melalui
operasi ini wilayah Papua Barat diduduki, dan dicurigai banyak orang Papua yang
telah dibantai pada waktu itu.
Kini
Perjuangan itu sedang menggema di wilayah Papua Barat maupun dunia
internasional. Indonesia secara real politik menguasai wilayah Papua Barat dan
Negara Dunia Barat yang secara real menguasai ekonomi.
Indonesia
menguasai Papua Barat dengan “keras kepala” untuk tidak mendengarkan tuntutan
kemerdekaan tersebut. Tuntutan kemerdekaan Papua Barat dianggap sebagai sebuah
upaya ilegal (melawan hukum atau tidak sah) sehingga rakyat Papua Barat
diberikan beberapa cap konyol seperti separatis, makar, anti pembangunan,
goblok, pemberontak dan lainnya. Semua cap ini menjadi “surat izin” yang resmi
bagi Indonesia dan Negara Dunia Pertama untuk tetap menanamkan hegemoninya
lewat praktek penjajahan seperti pemberian “paket” Otonomi Khusus, Pemekaran
Wilayah (Propinsi/Kabupaten), UP4B, Otonomi Plus Transmigrasi pembunuhan,
pemerkosaan, penanggapan dan pemenjaraan sewenang-wenang di luar jalur hukum,
penyiksaan dan beberapa jenis kejahatan lainnya sampai detik ini.
Walaupun
demikian, rakyat Papua Barat yang berpegang teguh pada keyakinan politiknya
tidak menyerah. Sebaliknya “api perjuangan” dikobarkan terus-menerus untuk
tetap melanjutkan aksi perlawanan dengan tuntutan utama “Papua Barat Merdeka”.
Perjuangan itu tidak hanya dilakukan di dalam negeri, di luar negeri pun
perjuangan untuk kemerdekaan Papua Barat sedang marak yang dilakukan oleh para
diplomat Papua Barat yang didukung oleh berbagai Support Groups of West Papua
Independence. Free West Papua Campaigan, bukan hanya orang Papua asli yang
memperjuangkan kemerdekaan Papua Barat, tetapi diperjuangkan juga oleh orang
non-Papua baik di Indonesia maupun di luar negeri.
Hubungan
Sejarah Perjuangan Indonesia dan Papua Barat sagat beda tidak dapat disatukan
dengan alasan apa pun. Sejarah Kemerdekaan Indonesia telah mencatat bahwa;
Indonesia (Sabang sampai Amboina) dijajah oleh Belanda selama 350 tahun,
sedangkan Papua Barat (Nederland Nieuw-Guinea) dijajah oleh Belanda selama 64
tahun. Walaupun Papua Barat dan Indonesia sama-sama merupakan jajahan Belanda,
namun administrasi pemerintahan Papua Barat diurus secara terpisah. Indonesia
dijajah oleh Belanda yang kekuasaan kolonialnya dikendalikan dari Batavia
(sekarang Jakarta), kekuasaan Batavia inilah yang telah menjalankan penjajahan
Belanda atas Indonesia, yaitu mulai dari Sabang sampai Amboina. Kekuasaan
Belanda di Papua Barat dikendalikan dari Hollandia (sekarang Port Numbay),
dengan batas kekuasaan mulai dari Kepulauan Raja Ampat sampai Merauke.
Tahun
1908 Indonesia masuk dalam tahap Kebangkitan Nasional dengan berdirinya
organisasi-organisasi perjuangan, rakyat Papua Barat sama sekali tidak terlibat
atau dilibatkan dalam organisasi perjuagan Indonesia pada saat itu. Hal ini
dikarenakan musuh yang dihadapi oleh Indonesia saat itu, yaitu Belanda .
Belanda adalah musuh bangsa Indonesia sendiri, bukan musuh bersama dengan
bangsa Papua Barat.
Rakyat
Papua Barat juga tidak mengambil bagian dalam Sumpah Pemuda Indonesia tanggal
28 Oktober 1928. Dalam Sumpah Pemuda ini banyak pemuda di seluruh Indonesia
seperti Jong Sumatra Bond, Jong Java, Jong Celebes, Jong Amboina, dan lainnya
hadir untuk menyatakan kebulatan tekad sebagai satu bangsa, satu bahasa, dan
satu tanah air. Tetapi tidak pernah satu pemuda dari Papua Barat yang hadir
dalam Sumpah Pemuda tersebut. Karena itu, rakyat Papua Barat tidak pernah
mengakui satu bangsa, satu bahasa, dan satu tanah air yang namanya “Indonesia”
itu.
Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia, tidak ada orang Papua Barat yang terlibat atau
menyatakan sikap untuk mempersiapkan kemerdekaan Indonesia yang diproklamasikan
17 Agustus 1945. Tentang tidak ada sangkut-pautnya Papua Barat dalam
kemerdekaan Indonesia dinyatakan oleh Mohammad Hatta dalam pertemuan antara
wakil-wakil Indonesia dan penguasa perang Jepang di Saigon Vietnam, tanggal
12Agustus 1945.
Saat itu Mohammad Hatta menegaskan bahwa ; bangsa Papua adalah ras Negroid, bangsa Melanesia, maka biarlah bangsa Papua menentukan nasibnya sendiri. Sementara Soekarno mengemukakan bahwa bangsa Papua masih primitif sehingga tidak perlu dikaitkan dengan kemerdekaan bangsa Indonesia. Hal yang sama pernah dikemukakan Hatta dalam salah satu persidangan BPUPKI bulan Juli 1945.
Saat itu Mohammad Hatta menegaskan bahwa ; bangsa Papua adalah ras Negroid, bangsa Melanesia, maka biarlah bangsa Papua menentukan nasibnya sendiri. Sementara Soekarno mengemukakan bahwa bangsa Papua masih primitif sehingga tidak perlu dikaitkan dengan kemerdekaan bangsa Indonesia. Hal yang sama pernah dikemukakan Hatta dalam salah satu persidangan BPUPKI bulan Juli 1945.
Ketika
Indonesia diproklamasikan, daerah Indonesia yang masuk dalam proklamasi
tersebut adalah Indonesia yang masuk dalam kekuasaan Hindia Belanda, yaitu
“Dari Sabang Sampai Amboina”, tidak termasuk kekuasaan Nederland Nieuw-Guinea
(Papua Barat).
Penandatanganan
New York Agreement (Perjanjian New York) antara Indonesia dan Belanda yang
disaksikan oleh Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa Bangsa, U Thant dan
Duta Besar Amerika Serikat untuk PBB, Ellsworht Bunker pada tanggal 15 Agustus
1962. Beberapa hal pokok dalam perjanjian serta penyimpangannya ada
kejanggalan.
1.
New York Agreement (Perjanjin New York) adalah suatu kesepakatan yang tidak
sah, baik secara yuridis maupun moral. Perjanjanjian New York itu membicarakan
status tanah dan nasib bangsa Papua Barat, namun di dalam prosesnya tidak pernah
melibatkan wakil-wakil resmi bangsa Papua Barat.
2. Sejak 1 Mei 1963, bertepatan dengan Unites Nations Temporrary Executive Administratins (UNTEA) atau Pemerintahan Sementara PBB di Papua Barat menyerakan kekuasaanya kepada Indonesia, selanjutnya pemerintah Indonesia mulai menempatkan pasukan militernya dalam jumlah besar di seluruh tanah Papua, akibatnya hak-hak politik dan hak asasi manusia dilanggar secara brutal di luar batas-batas kemanusiaan.
3. Pasal XVIII ayat (d) New York Agreement mengatur bahwa “The eligibility of all adults, male and female, not foreign nationals to participate in the act of self determination to be carried out in accordance whit international practice Aturan ini berarti penentuan nasib sendiri harus dilakukan oleh setiap orang dewasa Papua pria dan wanita yang merupakan penduduk Papua pada saat penandatanganan New York Agreement. Namun hal ini tidak dilaksanakan.
2. Sejak 1 Mei 1963, bertepatan dengan Unites Nations Temporrary Executive Administratins (UNTEA) atau Pemerintahan Sementara PBB di Papua Barat menyerakan kekuasaanya kepada Indonesia, selanjutnya pemerintah Indonesia mulai menempatkan pasukan militernya dalam jumlah besar di seluruh tanah Papua, akibatnya hak-hak politik dan hak asasi manusia dilanggar secara brutal di luar batas-batas kemanusiaan.
3. Pasal XVIII ayat (d) New York Agreement mengatur bahwa “The eligibility of all adults, male and female, not foreign nationals to participate in the act of self determination to be carried out in accordance whit international practice Aturan ini berarti penentuan nasib sendiri harus dilakukan oleh setiap orang dewasa Papua pria dan wanita yang merupakan penduduk Papua pada saat penandatanganan New York Agreement. Namun hal ini tidak dilaksanakan.
Penentuan
Pendapat Rakyat (PEPERA) 1969 dilaksanakan dengan cara lokal Indonesia, yaitu
musyawarah oleh 1025 orang dari total 600.000 orang dewasa laki-laki dan
perempuan. Sedangkan dari 1025 orang yang dipilih untuk memilih, hanya 175
orang saja yang menyampaikan atau membaca teks yang telah disiapkan oleh
pemerintah Indonesia. Selain itu masyarakat Papua Barat yang ada di luar
negeri, yang pada saat penandatangan New York Agreement tidak diberi kesempatan
untuk terlibat dalam penentuan nasib sendiri itu.
4.Teror,
intimidasi dan pembunuhan dilakukan oleh militer sebelum dan sesaat PEPERA 1969
untuk memenangkan PEPERA 1969 secara sepihak oleh pemerintah dan militer
Indonesia. Buktinya adalah Surat Rahasia Komandan Korem 172, Kolonel Blego
Soemarto, No.: r-24/1969, yang ditujukan kepada Bupati Merauke selaku anggota
Muspida kabupaten Merauke, isi surat tersebut:
“Apabila pada masa poling tersebut diperlukan adanya penggantian anggota Demus (dewan musyawarah), penggantiannya dilakukan jauh sebelum MUSAYAWARAH PEPERA.
“Apabila pada masa poling tersebut diperlukan adanya penggantian anggota Demus (dewan musyawarah), penggantiannya dilakukan jauh sebelum MUSAYAWARAH PEPERA.
Apabila
alasan-alasan secara wajar untuk penggantian itu tidak diperoleh, sedang dilain
pihak dianggap mutlak bahwa anggota itu perlu diganti karena akan membahayakan
kemenangan PEPERA, harus berani mengambil cara yang ‘tidak wajar’ untuk
menyingkirkan anggota yang bersangkutan dari persidangan PEPERA sebelum
dimulainya sidang DEMUS PEPERA. …Sebagai kesimpulan dari surat saya ini adalah
bahwa PEPERA secara mutlak harus kita menangkan, baik secara wajar atau secara
‘tidak’ wajar.” Mengingat bahwa wilayah kerja komandan Korem 172 termasuk pula
kabupaten-kabupaten lain di luar kabupaten Merauke, maka patut diduga keras
surat rahasia yang isinya kurang lebih sama juga dikirimkan ke bupati-bupati
yang lain.
Pada
tahun 1967 Freeport-McMoRan (sebuah perusahaan Amerika Serikat) menandatangani
Kontrak Kerja dengan pemerintah Indonesia untuk membuka pertambangan tembaga
dan emas di Pegunungan Bintang, Papua Barat. Freeport memulai operasinya pada
tahun 1971. Kontrak Kerja kedua ditandatangani pada tanggal 30 Desember 1991.
Kepentingan Amerika Serikat di Papua Barat, yang ditandai dengan adanya
penandatanganan Kontrak Kerja antara Freeport dengan pemerintah Republik
Indonesia, menjadi realitas. Ini terjadi dua tahun sebelum PEPERA 1969
dilaksanakan di Papua Barat. Di sini terjadi kejanggalan yuridis, karena Papua
Barat dari tahun 1962 hingga 1969 dapat dikategorikan sebagai daerah sengketa.
Penentuan
Pendapat Rakyat tahun 1969 tidak sah karena dilaksanakan dengan sistem
“musyawarah” (sistem local Indonesia) yang bertentangan dengan isi dan jiwa New
York Agreement, di samping itu PEPERA 1969 dimenangkan oleh Indonesia lewat
terror, intimidasi, penangkapan, dan pembunuhan (pelanggaran hukum, HAM dan
esensi demokrasi). Kemenangan PEPERA secara cacat hukum dan moral ini akhirnya
disahkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa lewat Resolusi Nomor 2509 dan
diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia melalui Keppres Nomor 7 tahun 1971.
Oleh karena itu kekuasaan Indonesia di Papua Barat illegal, kami rakyat Papua Barat tidak pernah mengakui keberadaan Indonesia di Papua Barat. Maka kami akan terus berjuang walau nyawa menjadi taruhan, karena kekuasaan NRI di Papua ancaman pemusnahan.
Kami
rakyat Papua hari ini peringati 53 tahun penjajahan klonial NKRI, Namun kita
patut bersyukur Karena Perjuangan Bangsa Papua Barat mengalami kemajuan. Hal
ini telah terbukti bahwa, selama 53 Tahun Persoalan Papua Barat Tidak pernah
dibawa oleh Ke PBB Namun dua Tahun terakhir ini negara vanutu membawa Masalah
Papua ke PBB ini merupakan satu langkah maju oleh sebab itu mari kita tersus
Berjuang demi hak penentuan nasib sendiri.
Pada
Hari ini tanggal 1 Desember 2014 Vanuatu menjadi Tuan rumah untuk memfasilitasi
para peminpin Papua Barat, agar bersatu dalam satu wadah yang refresentatif
untuk mengajukan aplikasi keanggotaan West Papua di MSG.
Simposium
Vanuatu pada tanggal 1-4 desember 2014 merupakan satu langkah maju perjuangan
rakyat Papua, maka rakyat Papua harus memberikan dukungan penuh berlangsunya
symposium di Vanuatu dengan harapan agar para pemimpin organisasi perjuangan
Maupun diplomat dapat bersatu dan merumuskan keinginan Rakyat Papua Barat Untuk
menentukan nasib sendiri sesuai dengan cita-cita leluhur bangsa Papua Barat 1
Desember 1961.
Oleh Karena itu kami Badan Pengurus Pusat Komite Nasional Papua Barat (BPP-KNPB ) atas Nama Rakyat Papua Barat menyampaikan sikap sebagai Berikut :
1.
Dengan tegas kami Bangsa Papua di West Papua Menyatakan bahwa Keberadaan
Indonesia di West Papua benar-benar Ilegal. Maka dengan tegas kami Bangsa Papua
di west Papua Menyatakan Keberadaan Indonesia di West Papua benar-benar
Kolonial. Maka Secara resmi kami Bangsa West Papua menolak keberadaan Indonesia
diatas Tanah dan Wilayah Teritori West Papua dari Sorong sampai Merauke.
2.
Apapun alasannya kami Bangsa West Papua akan terus berjuang untuk mencapai
Kemerdekaan sama seperti Bangsa-Bangsa lain di Dunia. Hak Politik bangsa Papua
Barat Masi Berlaku sampaai dengan saat ini.
3. Pemerintah Indonesia segera Membuka Ruang agar Bangsa Papua dapat melaksanakan hak Politik [Self Determination] berdasarkan mekanisme Internasional.
4. Rakyat Papua Barat mendesak Kepada Peminpin Papua Barat dan Diplomat Luar Negeri memubauang Egoisme masi-masing segera bersatu melalui simposium di Vanuatu demi Hak Penetuan Nasib Sendiri.
5. Rakyat Papua di West Papua Sorong Sampai merauke mendesak agar segera merumuskan agenda-agenda perjuagan yang strategis untuk menuju pembebasan Nasional sebelum rakyat Papua Barat Punah .
6. Mendesak kepada pemimpin Papua Barat dan Diplomat luar Negeri di Vanuatu tidak melahirkan perpecahan dan tidak detlok. Karena hal itu akan menguntugkan Indonesia untuk terus menjajah wilayah Papua Barat 50 Tahun yang akan datang. Maka para diplomat dan Pemimpin Papua Barat mengutamakan kepentingan Rakyat karena yang mau merdeka Rakyat Papua.
Demikian
pernyataan sikap Rakyat Papua Barat, atas perhatian dan kerja sama yang Baik
tak lupa kami menyampaikan Terima Kasih Tuhan memberkati.
Salam Revolusi
Salam Revolusi
Numbay,
01 Desember 2014
Badan
Pengurus Pusat
KOMITE
NASIONAL PAPUA BARAT (BPP-KNPB)
AGUS KOSAY ONES N. SUHUNIAP
Ketua I Sekertaris Jendral
Tidak ada komentar:
Posting Komentar