Rabu, 03 Desember 2014

PERNYATAAN SIKAP KNPB DALAM PERAYAAN HUT PAPUA BARAT KE-53 DAN SIKAP DUKUNGAN TERHADAP SIMPOSIUM VANUATU

saat menyatakan sikap badan pengurus knpb pusat.
PERNYATAAN SIKAP KNPB DALAM PERAYAAN HUT PAPUA BARAT KE-53 DAN SIKAP DUKUNGAN TERHADAP SIMPOSIUM VANUATU
 
1 Desember 1961 adalah Hari lahirnya Embrio Negara West Papua. Selama 53 tahun wilayah Papua barat jajah oleh klonial Indonesia rakyat Papua Barat tidak pernah diam untuk memperjuangkan Hak Politik bangsa Papua dirampas oleh klonialisme NKRI atas kongkalingkong amerika serikat Belanda dan Indonesia untuk kepentingan Ekonomi di Papua Barat. Nasib bangsa Papua bangsa Papua Barat tidak akan pernah ditentukan oleh bangsa lain, termasuk bangsa Indonesia, nasib masa depan bangsa Papua Barat akan ditentukan oleh bangsa Papua Barat sendiri sesui dengan cita-cita leluhur bangsa Papua barat berdasarkan Emprio manuvesto Politik bangsa Papua Barat yang di deklarasikan pada tanggal 1 Desember 1961.
Tuntutan rakyat Papua Barat untuk merdeka lepas dari neo-kolonialisme Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan neo-kapitalisme Negara Dunia Pertama sudah ada sebelum Indonesia menguasai wilayah Papua Barat. 53 tahun silam generasi pertama telah meletakan landasan perjuangan oleh tokoh-tokoh terkemuka Papua Barat. Tuntutan rakyat Papua Barat untuk merdeka sebagai negara merdeka sudah ada jauh sebelum kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945. Memasuki tahun 1960-an para politisi dan negarawan Papua Barat yang terdidik lewat sekolah Polisi dan sebuah sekolah Pamongpraja (Bestuurschool) di Jayapura (Hollandia), dengan mendidik 400 orang antara tahun 1944-1949 mempersiapkan kemerdekaan Papua Barat.
Landasan perjuagan kita saat ini adalah 1 Desember 1961, Komite Nasional Papua (KNP) telah mendeklarasikan indenditas Bangsa Papua Barat, yaitu nama Negara, nama bendera, lagu kebangsaan dan Wilayah tritorial West Papua. Dalam deklarasi menivesto polik oleh KNPB ini selanjutnya diserakan kepada Dewan New Guniea Raad (DNGR) untuk mempersiapkan atribut Negara lainya oleh lembaga politik yang dibentuk pada saat itu sebagai lebaga refresentatif bangsa Papua Barat.
Kita generasi ke 3 patut bersyukur kepada Dewan New Guniea Raad (DNGR) dan Komite Nasional Papua (KNP) telah meletakan landasan sejarah bangsa Papua untuk mempertahankan indentitas bangsa di atas negeri ini untuk diperjuangkan oleh sengenap komponen rakyat Bangsa Papua Barat.
Ketika Papua Barat masih menjadi daerah sengketa akibat perebutan wilayah itu antara Indonesia dan Belanda, tuntutan rakyat Papua Barat untuk merdeka sebagai negara merdeka sudah ada jauh sebelum kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945. Memasuki tahun 1960-an para politisi dan negarawan Papua Barat yang terdidik lewat sekolah Polisi dan sebuah sekolah Pamongpraja (Bestuurschool) di Jayapura (Hollandia), dengan mendidik 400 orang antara tahun 1944-1949 mempersiapkan kemerdekaan Papua Barat.
Atas desakan para politisi dan negarawan Papua Barat yang terdidik, maka pemerintah Belanda membentuk Nieuw Guinea Raad (Dewan Nieuw Guinea). Beberapa tokoh-tokoh terdidik yang masuk dalam Dewan ini adalah M.W. Kaisiepo dan Mofu (Kepulauan Chouten/Teluk Cenderawasih), Nicolaus Youwe (Hollandia), P. Torey (Ransiki/Manokwari), A.K. Gebze (Merauke), M.B. Ramandey (Waropen), A.S. Onim (Teminabuan), N. Tanggahma (Fakfak), F. Poana (Mimika), Abdullah Arfan (Raja Ampat). Kemudian wakil-wakil dari keturunan Indo-Belanda adalah O de Rijke (mewakili Hollandia) dan H.F.W. Gosewisch (mewakili Manokwari).
Setelah melakukan berbagai persiapan disertai dengan perubahan politik yang cepat akibat ketegangan Indonesia dan Belanda, maka dibentuk Komite Nasional yang beranggotakan 21 orang untuk membantu Dewan Nieuw Guinea dalam mempersiapkan kemerdekaan Papua Barat. Komite Nasional Papua dilengkapi dengan 70 orang Papua yang berpendidikan dan berhasil melahirkan Manifesto Politik yang isinya: 1. Menetukan nama Negara : Papua Barat 2. Menentukan lagu kebangsaan : Hai Tanahku Papua 3.Menentukan bendera Negara : Bintang Kejora 4. Menentukan bahwa bendera Bintang Kejora akan dikibarkan pada 1 November 1961. Lambang Negara Papua Barat adalah Burung Mambruk dengan semboyan “One People One Soul”.
Komite Nasional Papua, pada 1 Desember 1961 di Hollandia, Bintang Kejora dikibarkan sekaligus “Deklarasi Kemerdekaan Papua Barat”. Bendera Bintang Kejora dikibarkan di samping bendera Belanda, dan lagu kebangsaan “Hai Tanahku Papua” dinyanyikan setelah lagu kebangsaan Belanda “Wilhelmus”.
Walaupun Papua Barat telah mendeklarasikan diri sebagai negara yang merdeka dan berdaulat, tetapi kemerdekaan itu hanya berumur 19 hari, karena tanggal 19 Desember 1961 Presiden Soekarno mengeluarkan Tri Komando Rakyat di Alun-alun Utara Yogyakarta yang isinya: Pertama Gagalkan Pembentukan “Negara Boneka Papua” buatan Belanda Kolonial, Kedua Kibarkan Sang Merah Putih di Irian Barat Tanah Air Indonesia Ketiga Bersiaplah untuk mobilisasi umum guna mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan Tanah Air dan Bangsa.
Realisasi dari isi Trikora ini, maka Presiden Soekarno sebagai Panglima Besar Komando Tertinggi Pembebasan Irian Barat mengeluarkan Keputusan Presiden No. 1 Tahun 1962 yang memerintahkan kepada Panglima Komando Mandala, Mayor Jendral Soeharto untuk melakukan operasi militer ke wilayah Irian Barat untuk merebut wilayah itu dari tangan Belanda.
Akhirnya dilakukan beberapa gelombang Operasi Militer di Papua Barat dengan satuan militer yang diturunkan untuk operasi lewat udara dalam fase infiltrasi seperti Operasi Banten Kedaton, Operasi Garuda, Operasi Serigala, Operasi Kancil, Operasi Naga, Operasi Rajawali, Operasi Lumbung, Operasi Jatayu. Operasi lewat laut adalah Operasi Show of Rorce, Operasi Cakra, dan Operasi Lumba-lumba. Sedangkan pada fase eksploitasi dilakukan Operasi Jayawijaya dan Operasi Khusus (Opsus).
Melalui operasi ini wilayah Papua Barat diduduki, dan dicurigai banyak orang Papua yang telah dibantai pada waktu itu. 
Kini Perjuangan itu sedang menggema di wilayah Papua Barat maupun dunia internasional. Indonesia secara real politik menguasai wilayah Papua Barat dan Negara Dunia Barat yang secara real menguasai ekonomi.
Indonesia menguasai Papua Barat dengan “keras kepala” untuk tidak mendengarkan tuntutan kemerdekaan tersebut. Tuntutan kemerdekaan Papua Barat dianggap sebagai sebuah upaya ilegal (melawan hukum atau tidak sah) sehingga rakyat Papua Barat diberikan beberapa cap konyol seperti separatis, makar, anti pembangunan, goblok, pemberontak dan lainnya. Semua cap ini menjadi “surat izin” yang resmi bagi Indonesia dan Negara Dunia Pertama untuk tetap menanamkan hegemoninya lewat praktek penjajahan seperti pemberian “paket” Otonomi Khusus, Pemekaran Wilayah (Propinsi/Kabupaten), UP4B, Otonomi Plus Transmigrasi pembunuhan, pemerkosaan, penanggapan dan pemenjaraan sewenang-wenang di luar jalur hukum, penyiksaan dan beberapa jenis kejahatan lainnya sampai detik ini.
Walaupun demikian, rakyat Papua Barat yang berpegang teguh pada keyakinan politiknya tidak menyerah. Sebaliknya “api perjuangan” dikobarkan terus-menerus untuk tetap melanjutkan aksi perlawanan dengan tuntutan utama “Papua Barat Merdeka”. Perjuangan itu tidak hanya dilakukan di dalam negeri, di luar negeri pun perjuangan untuk kemerdekaan Papua Barat sedang marak yang dilakukan oleh para diplomat Papua Barat yang didukung oleh berbagai Support Groups of West Papua Independence. Free West Papua Campaigan, bukan hanya orang Papua asli yang memperjuangkan kemerdekaan Papua Barat, tetapi diperjuangkan juga oleh orang non-Papua baik di Indonesia maupun di luar negeri.
Hubungan Sejarah Perjuangan Indonesia dan Papua Barat sagat beda tidak dapat disatukan dengan alasan apa pun. Sejarah Kemerdekaan Indonesia telah mencatat bahwa; Indonesia (Sabang sampai Amboina) dijajah oleh Belanda selama 350 tahun, sedangkan Papua Barat (Nederland Nieuw-Guinea) dijajah oleh Belanda selama 64 tahun. Walaupun Papua Barat dan Indonesia sama-sama merupakan jajahan Belanda, namun administrasi pemerintahan Papua Barat diurus secara terpisah. Indonesia dijajah oleh Belanda yang kekuasaan kolonialnya dikendalikan dari Batavia (sekarang Jakarta), kekuasaan Batavia inilah yang telah menjalankan penjajahan Belanda atas Indonesia, yaitu mulai dari Sabang sampai Amboina. Kekuasaan Belanda di Papua Barat dikendalikan dari Hollandia (sekarang Port Numbay), dengan batas kekuasaan mulai dari Kepulauan Raja Ampat sampai Merauke.
Tahun 1908 Indonesia masuk dalam tahap Kebangkitan Nasional dengan berdirinya organisasi-organisasi perjuangan, rakyat Papua Barat sama sekali tidak terlibat atau dilibatkan dalam organisasi perjuagan Indonesia pada saat itu. Hal ini dikarenakan musuh yang dihadapi oleh Indonesia saat itu, yaitu Belanda . Belanda adalah musuh bangsa Indonesia sendiri, bukan musuh bersama dengan bangsa Papua Barat. 
Rakyat Papua Barat juga tidak mengambil bagian dalam Sumpah Pemuda Indonesia tanggal 28 Oktober 1928. Dalam Sumpah Pemuda ini banyak pemuda di seluruh Indonesia seperti Jong Sumatra Bond, Jong Java, Jong Celebes, Jong Amboina, dan lainnya hadir untuk menyatakan kebulatan tekad sebagai satu bangsa, satu bahasa, dan satu tanah air. Tetapi tidak pernah satu pemuda dari Papua Barat yang hadir dalam Sumpah Pemuda tersebut. Karena itu, rakyat Papua Barat tidak pernah mengakui satu bangsa, satu bahasa, dan satu tanah air yang namanya “Indonesia” itu.
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, tidak ada orang Papua Barat yang terlibat atau menyatakan sikap untuk mempersiapkan kemerdekaan Indonesia yang diproklamasikan 17 Agustus 1945. Tentang tidak ada sangkut-pautnya Papua Barat dalam kemerdekaan Indonesia dinyatakan oleh Mohammad Hatta dalam pertemuan antara wakil-wakil Indonesia dan penguasa perang Jepang di Saigon Vietnam, tanggal 12Agustus 1945. 
Saat itu Mohammad Hatta menegaskan bahwa ; bangsa Papua adalah ras Negroid, bangsa Melanesia, maka biarlah bangsa Papua menentukan nasibnya sendiri. Sementara Soekarno mengemukakan bahwa bangsa Papua masih primitif sehingga tidak perlu dikaitkan dengan kemerdekaan bangsa Indonesia. Hal yang sama pernah dikemukakan Hatta dalam salah satu persidangan BPUPKI bulan Juli 1945.
Ketika Indonesia diproklamasikan, daerah Indonesia yang masuk dalam proklamasi tersebut adalah Indonesia yang masuk dalam kekuasaan Hindia Belanda, yaitu “Dari Sabang Sampai Amboina”, tidak termasuk kekuasaan Nederland Nieuw-Guinea (Papua Barat).
Penandatanganan New York Agreement (Perjanjian New York) antara Indonesia dan Belanda yang disaksikan oleh Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa Bangsa, U Thant dan Duta Besar Amerika Serikat untuk PBB, Ellsworht Bunker pada tanggal 15 Agustus 1962. Beberapa hal pokok dalam perjanjian serta penyimpangannya ada kejanggalan.
1. New York Agreement (Perjanjin New York) adalah suatu kesepakatan yang tidak sah, baik secara yuridis maupun moral. Perjanjanjian New York itu membicarakan status tanah dan nasib bangsa Papua Barat, namun di dalam prosesnya tidak pernah melibatkan wakil-wakil resmi bangsa Papua Barat.
2. Sejak 1 Mei 1963, bertepatan dengan Unites Nations Temporrary Executive Administratins (UNTEA) atau Pemerintahan Sementara PBB di Papua Barat menyerakan kekuasaanya kepada Indonesia, selanjutnya pemerintah Indonesia mulai menempatkan pasukan militernya dalam jumlah besar di seluruh tanah Papua, akibatnya hak-hak politik dan hak asasi manusia dilanggar secara brutal di luar batas-batas kemanusiaan.
3. Pasal XVIII ayat (d) New York Agreement mengatur bahwa “The eligibility of all adults, male and female, not foreign nationals to participate in the act of self determination to be carried out in accordance whit international practice Aturan ini berarti penentuan nasib sendiri harus dilakukan oleh setiap orang dewasa Papua pria dan wanita yang merupakan penduduk Papua pada saat penandatanganan New York Agreement. Namun hal ini tidak dilaksanakan.
Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) 1969 dilaksanakan dengan cara lokal Indonesia, yaitu musyawarah oleh 1025 orang dari total 600.000 orang dewasa laki-laki dan perempuan. Sedangkan dari 1025 orang yang dipilih untuk memilih, hanya 175 orang saja yang menyampaikan atau membaca teks yang telah disiapkan oleh pemerintah Indonesia. Selain itu masyarakat Papua Barat yang ada di luar negeri, yang pada saat penandatangan New York Agreement tidak diberi kesempatan untuk terlibat dalam penentuan nasib sendiri itu.
4.Teror, intimidasi dan pembunuhan dilakukan oleh militer sebelum dan sesaat PEPERA 1969 untuk memenangkan PEPERA 1969 secara sepihak oleh pemerintah dan militer Indonesia. Buktinya adalah Surat Rahasia Komandan Korem 172, Kolonel Blego Soemarto, No.: r-24/1969, yang ditujukan kepada Bupati Merauke selaku anggota Muspida kabupaten Merauke, isi surat tersebut:
“Apabila pada masa poling tersebut diperlukan adanya penggantian anggota Demus (dewan musyawarah), penggantiannya dilakukan jauh sebelum MUSAYAWARAH PEPERA.
Apabila alasan-alasan secara wajar untuk penggantian itu tidak diperoleh, sedang dilain pihak dianggap mutlak bahwa anggota itu perlu diganti karena akan membahayakan kemenangan PEPERA, harus berani mengambil cara yang ‘tidak wajar’ untuk menyingkirkan anggota yang bersangkutan dari persidangan PEPERA sebelum dimulainya sidang DEMUS PEPERA. …Sebagai kesimpulan dari surat saya ini adalah bahwa PEPERA secara mutlak harus kita menangkan, baik secara wajar atau secara ‘tidak’ wajar.” Mengingat bahwa wilayah kerja komandan Korem 172 termasuk pula kabupaten-kabupaten lain di luar kabupaten Merauke, maka patut diduga keras surat rahasia yang isinya kurang lebih sama juga dikirimkan ke bupati-bupati yang lain.
Pada tahun 1967 Freeport-McMoRan (sebuah perusahaan Amerika Serikat) menandatangani Kontrak Kerja dengan pemerintah Indonesia untuk membuka pertambangan tembaga dan emas di Pegunungan Bintang, Papua Barat. Freeport memulai operasinya pada tahun 1971. Kontrak Kerja kedua ditandatangani pada tanggal 30 Desember 1991. Kepentingan Amerika Serikat di Papua Barat, yang ditandai dengan adanya penandatanganan Kontrak Kerja antara Freeport dengan pemerintah Republik Indonesia, menjadi realitas. Ini terjadi dua tahun sebelum PEPERA 1969 dilaksanakan di Papua Barat. Di sini terjadi kejanggalan yuridis, karena Papua Barat dari tahun 1962 hingga 1969 dapat dikategorikan sebagai daerah sengketa.
Penentuan Pendapat Rakyat tahun 1969 tidak sah karena dilaksanakan dengan sistem “musyawarah” (sistem local Indonesia) yang bertentangan dengan isi dan jiwa New York Agreement, di samping itu PEPERA 1969 dimenangkan oleh Indonesia lewat terror, intimidasi, penangkapan, dan pembunuhan (pelanggaran hukum, HAM dan esensi demokrasi). Kemenangan PEPERA secara cacat hukum dan moral ini akhirnya disahkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa lewat Resolusi Nomor 2509 dan diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia melalui Keppres Nomor 7 tahun 1971. 
 
Oleh karena itu kekuasaan Indonesia di Papua Barat illegal, kami rakyat Papua Barat tidak pernah mengakui keberadaan Indonesia di Papua Barat. Maka kami akan terus berjuang walau nyawa menjadi taruhan, karena kekuasaan NRI di Papua ancaman pemusnahan.
Kami rakyat Papua hari ini peringati 53 tahun penjajahan klonial NKRI, Namun kita patut bersyukur Karena Perjuangan Bangsa Papua Barat mengalami kemajuan. Hal ini telah terbukti bahwa, selama 53 Tahun Persoalan Papua Barat Tidak pernah dibawa oleh Ke PBB Namun dua Tahun terakhir ini negara vanutu membawa Masalah Papua ke PBB ini merupakan satu langkah maju oleh sebab itu mari kita tersus Berjuang demi hak penentuan nasib sendiri.
Pada Hari ini tanggal 1 Desember 2014 Vanuatu menjadi Tuan rumah untuk memfasilitasi para peminpin Papua Barat, agar bersatu dalam satu wadah yang refresentatif untuk mengajukan aplikasi keanggotaan West Papua di MSG.
Simposium Vanuatu pada tanggal 1-4 desember 2014 merupakan satu langkah maju perjuangan rakyat Papua, maka rakyat Papua harus memberikan dukungan penuh berlangsunya symposium di Vanuatu dengan harapan agar para pemimpin organisasi perjuangan Maupun diplomat dapat bersatu dan merumuskan keinginan Rakyat Papua Barat Untuk menentukan nasib sendiri sesuai dengan cita-cita leluhur bangsa Papua Barat 1 Desember 1961.

Oleh Karena itu kami Badan Pengurus Pusat Komite Nasional Papua Barat (BPP-KNPB ) atas Nama Rakyat Papua Barat menyampaikan sikap sebagai Berikut :
1. Dengan tegas kami Bangsa Papua di West Papua Menyatakan bahwa Keberadaan Indonesia di West Papua benar-benar Ilegal. Maka dengan tegas kami Bangsa Papua di west Papua Menyatakan Keberadaan Indonesia di West Papua benar-benar Kolonial. Maka Secara resmi kami Bangsa West Papua menolak keberadaan Indonesia diatas Tanah dan Wilayah Teritori West Papua dari Sorong sampai Merauke.
 
2. Apapun alasannya kami Bangsa West Papua akan terus berjuang untuk mencapai Kemerdekaan sama seperti Bangsa-Bangsa lain di Dunia. Hak Politik bangsa Papua Barat Masi Berlaku sampaai dengan saat ini.

3. Pemerintah Indonesia segera Membuka Ruang agar Bangsa Papua dapat melaksanakan hak Politik [Self Determination] berdasarkan mekanisme Internasional. 
 
4. Rakyat Papua Barat mendesak Kepada Peminpin Papua Barat dan Diplomat Luar Negeri memubauang Egoisme masi-masing segera bersatu melalui simposium di Vanuatu demi Hak Penetuan Nasib Sendiri.

5. Rakyat Papua di West Papua Sorong Sampai merauke mendesak agar segera merumuskan agenda-agenda perjuagan yang strategis untuk menuju pembebasan Nasional sebelum rakyat Papua Barat Punah .

6. Mendesak kepada pemimpin Papua Barat dan Diplomat luar Negeri di Vanuatu tidak melahirkan perpecahan dan tidak detlok. Karena hal itu akan menguntugkan Indonesia untuk terus menjajah wilayah Papua Barat 50 Tahun yang akan datang. Maka para diplomat dan Pemimpin Papua Barat mengutamakan kepentingan Rakyat karena yang mau merdeka Rakyat Papua.
Demikian pernyataan sikap Rakyat Papua Barat, atas perhatian dan kerja sama yang Baik tak lupa kami menyampaikan Terima Kasih Tuhan memberkati.

Salam Revolusi
Numbay, 01 Desember 2014
Badan Pengurus Pusat
KOMITE NASIONAL PAPUA BARAT (BPP-KNPB)

AGUS KOSAY   ONES N. SUHUNIAP

                                      Ketua I           Sekertaris Jendral

Tidak ada komentar:

Posting Komentar