Sabtu, 28 Februari 2015

ALI MURTOPO : INDONESIA MEMBUTUHKAN KEKAYAAN PAPUA TIDAK TERMASUK MANUSIANYA

Jenderal Kolonial Indonesia
Ali Murtopo (Foto, DOK. )
Awalnya  masuknya PT. Freeport Pasca kepemimpinan Presiden Soekarno, di awal periode pemerintahan Soeharto, pemerintah mengambil kebijakan untuk segera melakukan berbagai langkah nyata demi meningkatkan pembanguan ekonomi. Namun dengan kondisi ekonomi nasional yang terbatas setelah penggantian kekuasaan, pemerintah segera mengambil langkah strategis dengan mengeluarkan Undang-undang Modal Asing (UU No. 1 Tahun 1967). Sebelum Pepera 1969. 

Sedangkan Pepera yang dilakukan Versi oleh Indonesia, PBB yang seharusnya dilajan sesuai dengan Mekanisme Internasionan One Man One Voice. Tapi tidak seperti itu, karena Kepentingan Amerika dan Indonesia yang terstruktur, mereka Melindungi PT Freeport harus beroperasi di Timika Papua untuk Kepentingan Indonesia dan Amerika. Amerika Mendukung Papua masuk dalam Indonesia untuk kepentingan Emas di Papua, sedangkan Indonesia Membuka mata lebar-lebar memalui diplomasi ke Amerika untuk Kepentinga Politik Papua tetap dalam Indonesia. 

Untuk menguras kekayaan alam dan Menindas dan membunuh orang Indonesia dan Papua akan di kuasai oleh Indonesia, baca ini seorang Militer namanya Alii Murtopo ini kutipannya.

 “Bahwa Indonesia tidak menginginkan orang Papua, Indonesia hanya menginginkan tanah dan sumber daya alam yang terdapat di dalam pulau Papua. Kalau orang Papua ingin merdeka, silahkan cari pulau lain di Pasifik untuk merdeka. Atau meminta orang Amerika untuk menyediakan tempat di bulan untuk orang-orang Papua menempati di sana,” Pernyataan Ali Murtopo pada tahun 1966, dituliskan oleh Socratez Sofyan Yoman dalam bukunya “Pemusnahan Etnis Melanesia, tahun 2007 diterbitkan oleh Galang Press”

Pernyataan dari Ali Murtopo tersebut bukanlah suatu hal yang menjadi alasan orang Papua ingin merdeka. Merdeka dari ketidakadilan Pemerintah Indonesia dan merdeka dari segala bentuk kekerasan, diskriminasi dan intimidasi aparat militer di Papua. Jauh dari itu, tuntutan untuk merdeka bukan sebagai akibat dari terakumulasi kekecewaan terhadap pembangunan di tanah Papua sejak Papua dimasukan ke dalam wilayah Indonesia. 

Tuntutan penentuan nasib sendiri itu lahir dengan beberapa alasan yang mendasar dan krusial.  

Pertama, Sejarah terutama Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) 1969 yang manipulatif;  

kedua, Pelanggaran Hak Asasi Manusia;  

ketiga, Masalah diskriminasi dan pembangunan selama empat dekade;  

keempat, Masalah eksploitasi Sumber Daya Alam dan penghancuran lingkungan hidup, gunung dan hutan di Papua;  

kelima, perbedaan kebudayaan, ras dan etnis dan bahasa.

Karya Andy Ogobay

Tidak ada komentar:

Posting Komentar