Sabtu, 26 Juli 2014

SEJARAH ADALAH LANDASAN PERJUAGAN KAMI, NKRI TIDAK AKAN PERNAH MENGHAPUSNYA...!!

Aksi KNPB di Jayapura West Papua, meminta Fredoom Bagi Rakyat Papua Barat(Foto, Ist/Kobogaunews)

Oleh : Ones Nest Gimbal #

Bangsa Papua Yang berdomisili di wilayah tritorial west Papua sorong sampai merauke adalah orang Melanesia tidak bisa disama dengan ras lain di asia tenggra termasuk Indonesia yang merupakan ras melayu. Bangsa Papua  Barat pada tanggal 1 Desember 1961, telah Mendeklarasikan manivesto politik untuk membentuk sebuah negara yang merdeka dan berdaulat penuh sebelum indonesia ada di Papua Barat. 


Manivesto Politik atau kemerdekaanya dilakukan dibawah tanggung jawab pemerintah Kerajaan Nederland sebagai Pemerintah Kolonial sehingga Wilayah West Papua adalah wilayah bekas jajahan Pemerintah Kerajaan Nederland. Namun Niat baik pemeritah Kerajaan Nederland untuk mempersiapkan orang papua Barat membentuk sebuah negara itu digagalkan oleh pemrintah indonesia Trikora pada tanggal 19 Desember 1961 mencaplok wilayah Papua Barat atas kepentingan dan persengkongkolan Kapitalisme amerikan serikat untuk menguasai sumber daya alam di Papua Barat


sejarah pahit bagi Rakyat Bangsa Papua barat adalah Perjanjian New York Agreement dan Roma Agreement yang tidak melibatkan Bangsa Papua pada hal Perjanjian-perjanjian tersebut adalah keberlansungan hidup Bangsa Papua. PEPERA yang dimulai pada 14 juli 1969 adalah kegiatan illegal NKRI diatas Bangsa Papua. Karena PEPERA yang penuh teror, intimidasi dan manipulasi terhadap Rakyat Bangsa Papua melalui kekuatan Militer NKRI itu di lakukan hanya menutupi mata Dunia bahwa masalah papua telah selesai. namun bagi rakyat Bangsa PApua Barat Solusi Terbaik Penyelesaian Masalah Papua Barat adalah Berikan kebebasan dan hak Penentuan Nasib Sendiri sebagai Solusi demokratis bagi Rakyat Bangsa PApua Barat. Masa depan Bangsa Papua dikorbankan dengan tidak diikut sertakannya rakyat Papua Barat sebagai subjek masalah di dalam Konferensi Meja Bundar, New York Agreement yang mendasari Act of Free Choice, semua ini difasilitasi oleh PBB.


Rakyat Papua Barat memiliki sejarah yang berbeda dengan Indonesia dalam menentang penjajahan Belanda dan Jepang. Karena gerakan Koreri di Biak dan sekitarnya, lahir pada awal tahun 1940-an aktif menentang kekuasaan Jepang dan Belanda, tidak memiliki garis komando dengan gerakan kemerdekaan di Indonesia ketika itu. Gerakan Koreri, di bawah pimpinan Stefanus Simopiaref dan Angganita Manufandu, lahir berdasarkan kesadaran pribadi bangsa Melanesia untuk memerdekakan diri di luar penjajahan asing. Pada Konferensi Meja Bundar (24 Agustus - 2 November 1949) di kota Den Haag (Belanda) telah menyefakati bersama oleh pemerintah Belanda dan Indonesia bahwa Papua Barat tidak merupakan bagian dari negara Republik Indonesia Serikat (RIS). Status Nieuw-Guinea akan ditetapkan oleh kedua pihak setahun kemudian. 


Rakyat Papua Barat, melalui pemimpin-pemimpin mereka, sejak awal telah menyampaikan berbagai pernyataan politik untuk menolak menjadi bagian dari RI. Frans Kaisiepo, bekas gubernur Irian Barat, pada konferensi Malino 1946 di Sulawesi Selatan, menyatakan dengan jelas bahwa rakyatnya tidak ingin dihubungkan dengan sebuah negara RI (Plunder in Paradise oleh Anti-Slavery Society). Johan Ariks, tokoh populer rakyat Papua Barat pada tahun 1960-an, menyampaikan secara tegas perlawanannya terhadap masuknya Papua Barat ke dalam Indonesia (Plunder in Paradise oleh Anti-Slavery Society). 


Wilayah Papua Barat pernah mengalami proses dekolonisasi di bawah pemerintahan Belanda. Papua Barat telah memiliki bendera nasional Bintang fajar memiliki lagu Kebangsaan Hai Tanahku Papua sebagai lagu kebangsaan dan nama negara Papua Barat. Simbol-simbol kenegaraan disiapkan oleh Komite Nasional Papua (KNP) sekarang yang kita kenal hari ini dengan nama Komite Nasional Papua Barat (KNPB), simbol negara ini ditetapkan oleh New Guinea Raad / NGR (Dewan New Guinea). NGR didirikan pada tanggal 5 April 1961 secara demokratis oleh rakyat Papua Barat bekerjasama dengan pemerintah Belanda. Nama negara, lagu kebangsaan serta bendera telah diakui oleh seluruh rakyat Papua Barat dan pemerintah Belanda. 


Dari 1 Oktober 1962 hingga 1 Mei 1963, Papua Barat merupakan daerah perwalian PBB di bawah United Nations Temporary Executive Authority (UNTEA) dan dari tahun 1963 hingga 1969, Papua Barat merupakan daerah perselisihan internasional (international dispute region). Kedua aspek ini menggaris-bawahi sejarah Papua Barat di dunia politik internasional dan sekaligus menunjukkan perbedaannya dengan perkembangan sejarah Indonesia bahwa kedua bangsa ini tidak saling memiliki hubungan sejarah.


Pepera pada tahun 1969 di Papua Barat yang hasilnya diperdebatkan di dalam Majelis Umum PBB. Beberapa negara anggota PBB tidak setuju dengan hasil Pepera (Penentuan Pendapat Rakyat) karena hanya merupakan hasil rekayasa pemerintah Indonesia. Adanya masalah Papua Barat di atas agenda Majelis Umum PBB menggaris-bawahi nilai sejarah Papua Barat di dunia politik internasional. Ketidak setujuan beberapa anggota PBB dan kesalahan PBB dalam menerima hasil Pepera merupakan motivasi untuk menuntut agar PBB kembali memperbaiki sejarah yang salah. Kesalahan itu sungguh melanggar prinsip-prinsip PBB sendiri. 


Masa depan Bangsa Papua dikorbankan dengan tidak diikut-sertakannya rakyat Papua Barat sebagai subjek masalah di dalam Konferensi Meja Bundar, New York Agreement yang mendasari Act of Free Choice, Roma Agreement dan lain-lainnya merupakan pelecehan hak penentuan nasib sendiri yang dilakukan oleh pemerintah (state violence) dalam hal ini pemerintah Indonesia dan Belanda. Rakyat Papua Barat tidak diberi kesempatan untuk memilih secara demokratis di dalam Pepera. Act of Free Choice disulap artinya oleh pemerintah Indonesia menjadi Pepera.


Di sini terjadi manipulasi pengertian dari Act of Free Choice (Ketentuan Bebas Bersuara) menjadi Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera). Ortiz Sans sebagai utusan PBB yang mengamati jalannya Pepera melaporkan bahwa rakyat Papua Barat tidak diberikan kebebasan untuk memilih. Ketidakseriusan PBB untuk menerima laporan Ortiz Sans merupakan pelecehan hak penentuan nasib sendiri. PBB justru melakukan pelecehan HAM melawan prinsip-prinsipnya sendiri. Ini merupakan motivasi di mana rakyat Papua Barat akan tetap berjuang menuntut pemerintah Indonesia, Belanda dan PBB agar kembali memperbaiki kesalahan mereka di masa lalu. 


Sejak pencaplokan pada 1 Mei 1963, pemerintah Indonesia selalu berpropaganda bahwa yang pro kemerdekaan Papua Barat hanya segelintir orang yang sedang bergerilya di hutan. Tapi, Gerakan Juli 1998 membuktikan yang lain di mana dunia telah menyadari bahwa jika diadakan suatu referendum bebas dan adil maka rakyat Papua Barat akan memilih untuk merdeka di luar Indonesia. 


Rakyat Indonesia pun semakin menyadari hal ini. Rakyat Papua Barat menyadari dirinya sendiri sebagai bangsa yang terjajah sejak adanya kekuasaan asing di Papua Barat. Kesadaran tersebut tetap menjadi kuat dari waktu ke waktu bahwa rakyat Papua Barat memiliki identitas tersendiri yang berbeda dengan bangsa lain. Di samping itu, penyandaran diri setiap kali pada identitas pribadi yang adalah dasar perjuangan, merupakan akibat dari kekejaman praktek-praktek kolonialisme Indonesia.


Perlawanan menjadi semakin keras sebagai akibat dari (1) penindasan yang brutal, (2) adanya ruang-gerak yang semakin luas di mana seseorang dapat mengemukakan pendapat secara bebas dan (3) membanjirnya informasi yang masuk tentang sejarah Papua Barat. 


Rakyat Papua Barat semakin mengetahui dan mengenal sejarah mereka. Menurut catatan sementara, diperkirakan bahwa sekitar 400 ribu orang Papua telah meninggal sebagai akibat dari dua hal yaitu kebrutalan ABRI dan kelalaian politik pemerintah. Sadar atau tidak, pemerintah Indonesia telah membuat sejarah hitam yang sama dengan sejarah Jepang, Jerman, Amerikat Serikat, Yugoslavia dan Rwanda. Kesadaran merupakan basis untuk mentransformasikan realitas, sebagaimana almarhum Paulo Freire (professor Brasilia dalam ilmu pendidikan)menulis. Semangat juang menjadi kuat sebagai akibat dari kesadaran itu sendiri. 


Sejarah Papua Barat telah menjadi kuat, sarat, semakin terbuka dan kadang-kadang meledak. Perjuangan kemerdekaan Papua Barat tidak pernah akan berhenti atau dihentikan oleh kekuatan apa pun kecuali ketiga faktor (hak, budaya dan latarbelakang sejarah) tersebut di atas dihapuskan keseluruhannya dari kehidupan manusia bermartabat.

Rakyat Papua Barat akan meneruskan perjuangannya untuk menjadi negara tetangga yang baik dengan Indonesia. Rakyat Papua Barat akan meneruskan perjuangannya untuk menjadi bagian yang setara dengan masyarakat internasional.


Pemerintah Republik Indonesia tidak menghormati hak penetuan nasib sendiri bangsa West Papua dan memanipulasi laporan pelaksanaan penentuan nasib sendiri 1969 kepada Perserikatan Bangsa Bangsa sehingga Perserikatan Bangsa-Bangsa telah mengeluarkan Resolusi nomor 2504 yang menyatakan menerima hasil pelaksanaan Penentuan Pendapat Rakyat dan Resolusi 2504 telah digunakan oleh Pemerintah Republik Indonesia untuk menangkap, menyiksa dan membunuh rakyat pribumi West Papua serta mengeksploitasi Sumber daya Alam West Papua tanpa hak dengan kekuasaannya.


Pemerintah Republik Indonesia adalah Pemerintah Kolonial yang mengambil alih administrasi Pemerintahan Kolonial Kerajaan Nederland di West Papua melalui Perserikatan Bangsa-Bangsa.


West Papua adalah persoalan International dan merupakan persoalan Hukum International dimana, Pelaksanaan PEPERA 1969 oleh Pemerintah Republik Indonesia berdasarkan Perjanjian New York 15 Agustus 1962 telah melanggar dan mencabut hak bangsa West Papua untuk Menentukan Nasib Sendiri, maka Pelaksanaan PEPERA 1969 berdasarkan Perjanjian New York 1962 Tidak Sah atau Cacat Hukum dan harus Digugat kehadapan Mahkamah Internasional atau International Court of Justice. ‘


Penyelesaikan status West Papua harus sesuai dengan standart - standart Hak Asasi Manusia, Prinsip-prinsip Hukum International dan Piagam PBB. Pandangan ini sekaligus sebagai Kebijakan Politik Luar Negeri perjuangan bangsa West Papua dan Menyetujui Referendum sebagai format penyelesaian persoalan politik bangsa West Papua.


Dengan demikian mengingat Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa, Resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa nomor 1514 tentang Pemberian Kemerdekaan kepada rakyat dan wilayah jajahan, Prinsip-prinsip Hukum International, Standart-standart Hak Asasi Manusia, Keputusan Konferensi Meja Bundar di Denhag Tahun 1949, Sidang Nieuw Guinea Raad Tahun 1961 Perjanjian New York 1962, Pelaksanaan PEPERA 1969 dan Resolusi PBB No 2504 yang menyatakan PBB Menerima Hasil Pelaksanaan Penentuan Pendapat Rakyat 1969 yang cacat hukum dan moral.


Maka Organisasi Perjuangan Papua yang ada memiliki tanggung jawab dan kewajiban memperhatikan tuntutan masyarakat pribumi West Papua atas hak Penentuan Nasib Sendiri berdasarkan prinsib-prinsib Hukum Internasional, Demokrasi dan Hak Asasi Manusia karena Hak Menentukan Nasib Sendiri masyarakat pribumi West Papua belum dilaksanakan sebagaimna yang diatur dalam Perjanjian New York tanggal 15 Agustus 1962 yang ditandatangani oleh Pemerintah Kerajaan Nederland dan Pemerintah Republik Indonesia selaku pembuat perjanjian.


Dengan memandang latar belakang Persoalan bangsa West Papua, maka Tingkatan Perjuangan Bangsa Papua di tingkat Internasional sangat mempengaruhui Perjuangan Hak Penentuan Nasib Sendiri didalam Negeri untuk menentukan roda Perjuangan Pembebasan Papua Barat secara total.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar