Senin, 21 September 2015

Freeport dan Penanaman Modal Asing yang Membunuh Indonesia

Freeport dan Penanaman Modal Asing yang Membunuh Indonesia

freeport
Freeport Sulphur bangkrut ketika terjadi pergantian kekuasaan di Kuba tahun 1959. Saat itu Fidel Castro berhasil menghancurkan rezim diktator Batista di Kuba. Seluruh perusahaan asing di negeri itu dinasionalisasi.

Freeport Sulphur yang baru saja hendak melakukan pengapalan nikel produksi perdananya dari Kuba, akhirnya terkena imbas. Terjadi ketegangan di Kuba. Berkali-kali CEO Freeport Sulphur merencanakan upaya pembunuhan terhadap Fidel Castro, namun berkali-kali menemui kegagalan.

Tanggal 1 Februari 1960, Freeport Sulphur meneken kerja sama dengan East Borneo Company untuk mengeksplorasi gunung emas di Papua. Namun Freeport Sulphur mengalami kenyataan sama dengan yang pernah dialaminya di Kuba. Perubahan eskalasi politik atas tanah Irian Barat tengah mengancam. Hubungan Indonesia dan Belanda memanas dan Soekarno malah mulai menerjunkan pasukannya di Irian Barat.

Presiden AS John Fitzgerald Kennedy mendukung Soekarno. Kennedy mengancam Belanda, akan menghentikan bantuan Marshall Plan jika ngotot mempertahankan Irian Barat. Belanda yang saat itu memerlukan bantuan dana segar untuk membangun kembali negerinya dari puing-puing kehancuran akibat Perang Dunia II, terpaksa mengalah dan mundur dari Irian Barat.

Sikap Belanda untuk mundur dari Irian Barat menyebabkan perjanjian kerja sama dengan East Borneo Company mentah kembali. Para pemimpin Freeport marah besar.

Tahun 1961 Presiden Soekarno gencar merevisi kontrak pengelolaan minyak dan tambang-tambang asing di Indonesia. Minimal 60% dari keuntungan perusahaan minyak asing harus menjadi jatah rakyat Indonesia. Soekarno benar-benar ingin sumber daya alam Indonesia dikelola anak bangsa sendiri. Skenario jahat para elite dunia akhirnya mulai direncanakan terhadap kekayaan alam Indonesia.

Maka pada tanggal 1 Oktober 1965, terbunuhlah sejumlah perwira Angkatan Darat (AD) loyalis Soekarno. Dikambinghitamkanlah PKI, partai terbesar pendukung kebijakan ekonomi politik Soekarno, dengan tuduhan sebagai dalang di balik pembunuhan para jenderal itu. Beberapa hari kemudian, selama berbulan-bulan, dimulailah pembantaian massal 1-3 juta manusia tak berdosa anggota partai komunis itu dan pendukung Soekarno. Dengan dihabisinya sekaligus dua kekuatan utama pendukung Soekarno (AD loyalis Soekarno dan PKI), kejatuhan Soekarno hanya tinggal menghitung hari.

Soeharto menjadi Presiden menggantikan Soekarno.

Pada tahun 1967 dilakukan pengesahan Undang-Undang No.1/1967 tentang Penanaman Modal Asing (PMA) yang draftnya dirancang di Jenewa-Swiss yang didektekan oleh Rockefeller, seorang Bilderberger.

Perusahaan Freeport Sulphur pada Jumat 7 April 1967 menandatangani kontrak kerja dengan pemerintah Indonesia untuk penambangan tembaga di Papua Barat. Freeport menginvestasikan 75 hingga 100 juta dolar AS.

Freeport menjadi perusahaan asing pertama yang kontraknya ditandatangani Soeharto. Sejak detik itu, Indonesia menjadi negara yang sangat tergantung terhadap Amerika.

Penandatanganan bertempat di Departemen Pertambangan. Pemerintah Indonesia diwakili oleh Menteri Pertambangan Slamet Bratanata dan Freeport oleh Robert C. Hills (Presiden Freeport Shulpur) dan Forbes K. Wilson (Presiden Freeport Indonesia, anak perusahan yang dibuat untuk kepentingan ini) dan disaksikan Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia, Marshall Green.

Freeport mendapat hak konsensi lahan penambangan seluas 10.908 hektar untuk kontrak selama 30 tahun terhitung sejak kegiatan komersial pertama dilakukan. Desember 1972 pengapalan 10.000 ton tembaga pertama kali dilakukan dengan tujuan Jepang.

Untuk membangun konstruksi pertambangan emasnya itu, Freeport mengandeng Bechtel, perusahaan AS yang banyak mempekerjakan pentolan CIA. Direktur CIA John McCone memiliki saham di Bechtel, sedangkan mantan Direktur CIA Richards Helms bekerja sebagai konsultan internasional di tahun 1978.

Tahun 1980, Freeport menggandeng McMoran milik Jim Bob Moffet dan menjadi perusahaan raksasa dunia dengan laba lebih dari 1,5 miliar dolar AS per tahun.
Tambang emas di Irian Barat itu memiliki deposit terbesar di dunia, sedangkan untuk bijih tembaganya menempati urutan ketiga terbesar di dunia. Tersimpan cadangan bijih tembaga sebesar 40,3 miliar dolar AS dan masih akan menguntungkan untuk 45 tahun ke depan. Ironisnya, biaya produksi tambang emas dan tembaga terbesar di dunia yang ada di Irian Barat itu merupakan yang termurah di dunia.

Semua emas, perak, dan tembaga yang ada di gunung tersebut telah dibawa kabur ke Amerika. Meninggalkan limbah beracun yang mencemari sungai-sungai dan tanah-tanah orang Papua hingga ratusan tahun ke depan. Operasi Freeport McMoran di Papua telah membuang lebih dari 200.000 ton tailing per harinya ke Sungai Otomina dan Aikwa yang kemudian mengalir ke Laut Arafura. Diperkirakan sudah membuang hingga tiga miliar ton tailing yang sebagian besar berakhir di lautan.

Sejak 1967, tambang emas terbesar di dunia itu menjadi tambang para pejabat negeri ini dari sipil hingga militer sejak era Soeharto untuk memperkaya diri sendiri dan keluarganya.

Dari penandatanganan kontrak Freeport disusun Undang-Undang Pertambangan No.11 tahun 1967 yang disahkan Desember 1967. Jika di zaman Soekarno kontrak-kontrak dengan perusahaan asing selalu menguntungkan Indonesia, maka sejak Soeharto berkuasa, kontrak-kontrak seperti itu malah merugikan Indonesia. Semacam balas budi Indonesia ke Amerika Serikat karena telah membantu menghancurkan komunis.

Setelah itu, ditandatangani kontrak eksplorasi nikel di pulau Irian Barat dan di area Waigee Sentani oleh PT Pacific Nickel Indonesia dan Kementerian Pertambangan Republik Indonesia. Perjanjian dilakukan oleh E. OF Veelen (Koninklijke Hoogovens), Soemantri Brodjonegoro, dan RD Ryan (U.S. Steel). Pacific Nickel Indonesia adalah perusahaan yang didirikan oleh Dutch Koninklijke Hoogovens, Wm. H. Müller, US Steel, Lawsont Mining dan Sherritt Gordon Mines Ltd.

Begitulah semua perjanjian-perjanjian pengeksplotasian tambang-tambang di bumi Indonesia dilakukan secara tak wajar, tak adil dan terus-menerus akan berlaku selama puluhan bahkan ratusan tahun ke depan.

Kekayaan alam Indonesia pun digadaikan, kekayaan Indonesia terjual, dirampok, dibawa kabur tanpa menyejahterakan rakyat Indonesia selama puluhan tahun lamanya. Negeri yang seharusnya menjadi mercusuar dunia yang mampu membantu puluhan negara-negara miskin lainnya, kini justru jadi bangsa pengemis.

Sumber gambar: Yayak Yatmaka, diambil dari draft buku Sejarah Gerakan Kiri Indonesia untuk Pemula (2015)

Sumber 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar