![]() |
Berbagai atribut seperti poster dan spanduk sebagai bentuk protes dibawa oleh sejumlah aktivis dari Koalisi Rakyat Bangsa Papua Barat di sekitar Bundaran HI, Jakarta Pusat. |
![]() |
Berbagai atribut seperti poster dan spanduk sebagai bentuk protes dibawa oleh sejumlah aktivis dari Koalisi Rakyat Bangsa Papua Barat di sekitar Bundaran HI, Jakarta Pusat. |
![]() |
Berbagai atribut seperti poster dan spanduk sebagai bentuk protes dibawa oleh sejumlah aktivis dari Koalisi Rakyat Bangsa Papua Barat di sekitar Bundaran HI, Jakarta Pusat. |
![]() |
Berbagai atribut seperti poster dan spanduk sebagai bentuk protes dibawa oleh sejumlah aktivis dari Koalisi Rakyat Bangsa Papua Barat di sekitar Bundaran HI, Jakarta Pusat. |
Jakarta,
KOBOGAUNEWS – Koalisi Rakyat Bangsa Papua Barat (KRBPB) se-Jawa dan Bali
melakukan aksi damai di Bundaran Hotel Indonesia (HI) pada Selasa (4/3)
untuk mendukung penyampaian kondisi Hak Azasi Manusia
(HAM) Papua di Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) oleh Perdana
Menteri Vanuatu, Moana Carcasses Kalosil.
Dalam
“25th Session of the Human Rights Council “ di markas Dewan
HAM PBB Jenewa, Swiss, 3 hingga 5 Maret 2014, Kalosil
akan menyampaikan kesalahan yang terjadi dalam penyelenggaraan Penentuan Pendapat
Rakyat (Perpera) 1969 atau yang lebih dikenal dengan “Act off free Choice “.
Aksi
damai KRBPB ini diisi dengan orasi serta membentangkan atribut poster dan
spanduk sebagai bagian tuntutan dan bentuk protes.
KRBPB menyerukan
ucapan terima kasih kepada masyarakat Vanutu dan secara khusus kepada Perdana
Menteri Moana Carcasses Kalosil yang telah menyampaikan jeritan, tangisan, dan
harapan serta penderitaan rakyat bangsa Papua Barat pada forum internasional.
Mereka
juga meminta kepada Pemerintah Indonesia untuk menghentikan kejahatan
kemanusiaan yang telah berlangsung di tanah Papua dan minta untuk segera
menarik militer dari tanah Papua.
Selain
itu KRBPB juga meminta kepada PBB mengirimkan pelapor khusus ke Papua untuk
menyelidiki kejahatan kemanusiaan yang dilakukan oleh Indonesia serta meminta
kepada Pemerintah Indonesia membuka akses jurnalis internasional untuk meliput,
juga memberi izin kepada para aktivis LSM internasional agar dapat melihat
persoalan Papua secara tuntas dan obyektif.
Dan
yang terakhir rakyat Papua sudah siap menyelenggarakan refendum, karena
itu PBB diminta untuk memfasilitasi agenda tersebut. (K)
Yan Chrisna Dwi Atmaja
Tidak ada komentar:
Posting Komentar