Jumat, 27 November 2015

41 Anak Meninggal di Papua, Kepala Dinas Kesehatan Sibuk Luncurkan Buku

41 Anak Meninggal di Papua, Kepala Dinas Kesehatan Sibuk Luncurkan Buku

Anak-anak Papua masih banyak yang kekurangan gizi dan menderita busung lapar.
Anak-anak Papua masih banyak yang kekurangan gizi dan menderita busung lapar. (google)

Jayapura - Kematian anak usia di bawah tujuh tahun terjadi di Distrik Mbuwa, Kabupaten Nduga, Papua. Sejak awal November hingga saat ini sedikitnya 41 anak meninggal dunia. Namun, tim medis belum mengetahui penyebab kematian tersebut.

Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Papua drg Aloysius Giyai yang dihubungi SP sebanyak tiga kali untuk mengonfirmasi kejadian tersebut tak mengangkat telepon selulernya. Pesan singkat pun tak dijawab. Informasi yang diperoleh SP, Aloysius Giyai, Selasa (24/11) pagi berada di auditorium Universitas Cenderawasih untuk meluncurkan bukunya yang berjudul Melawai Badai Kepunahan Gebrakan-Gebrakan Papua Sehat Menuju Papua Bangkit, Mandiri Sejahtera.

Kepala Distrik Mbuwa, Erias Gwijangge menyatakan sampai hari ini sudah 41 anak meninggal dunia. Awalnya, menderi sakit, tetapi tidak lama meninggal dunia.

"Tim medis yang dari Wamena sudah kembali dari distrik, tetapi penyebab kematian belum ditemukan,'' kata Erias.

Awalnya, kata Erias, Kabupaten Nduga dan sekitarnya mengalami musim kemarau, bahkan sempat terperangkap asap akibat kebakaran lahan. Setelah itu, sebulan terakhir baru turun hujan. Saat turun hujan, sejumlah ternak, seperti babi dan ayam milik warga, secara tiba-tiba mati.

"Sebelum terjadi kematian anak-anak, ternak warga juga banyak yang mati tiba-tiba,'' ujarnya.'

Sementara itu, Yan Hubi, petugas analis di Puskemas Kota Wamena yang ikut ke Distrik Mbuwa mengatakan pihaknya telah memeriksa sampel darah anak-anak di sana untuk memastikan apakah mereka menderita malaria. Namun, hasilnya negatif.

Saat ditanya kenapa analisisnya mengarah ke penyakit malaria, Hubi menyatakan saat terjadi kemarau panjang di wilayah Pegunungan Tengah Papua, termasuk Nduga pada 1998, terjadi wabah malaria yang mengakibatkan ratusan orang meninggal dunia. Ciri-ciri warga yang meninggal saat itu hampir sama dengan yang dialami anak-anak saat ini.

''Awalnya flu, demam, mencret, lalu meninggal dunia. Kami hanya diminta melakukan tes malaria dan kami melakukan rapid test di distrik. Kemudian melakukan lagi tes mikroskopis di laboratorium di Wamena. Dari 70 sampel darah, semuanya negatif malaria,'' ujarnya.

Beberapa waktu lalu, Aloysius Giay menyatakan melalui Kantor Unit Percepatan Pembangunan Kesehatan Papua (UP2KP) dibentuk satuan tugas (satgas) yang diberi nama "Kaki Telanjang". Satgas ini terdiri dari sejumlah petugas kesehatan, yakni dokter, bidan, ahli gizi, ahli kesehatan lingkungan, dan apoteker. Mereka akan melayani masyarakat Papua dari rumah ke rumah.
Jika di dalam satu rumah ada yang sakit atau menderita penyakit A, maka petugas itu langsung menempelkan label merah pada pintu rumah. Kemudian, akan dicari tahu atau dilakukan intervensi tertentu untuk menyembuhkan anggota keluarga itu.

Ada sembilan kabupaten yang dijadikan pilot project, yaitu Paniai, Deiyai, Dogiayai, Tolikara, Intan Jaya, Mamberamo Tengah, Nduga, Yalimo, dan Pegunungan Bintang.

Para petugas kesehatan mendapatkan insentif Rp 5 juta hingga Rp 8 juta per bulan. Insentif itu di luar gaji yang mereka dapatkan setiap bulan. Selain itu, pemerintah setempat juga akan memberikan sejumlah fasilitas, seperti tempat tinggal yang layak, dilengkapi penerangan dan air bersih.

Menanggapi kejadian tersebut, anggota Majelis Rakyat Papua (MRP) Luis Madai menyatakan kasus kematian anak-anak tersebut harus segera ditangani  Pemerintah Kabupaten Nduga, Provinsi Papua, dan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

''Kejadian ini adalah musibah, dan semua pihak terkait harus segera mengambil langkah untuk mengatasi kejadian tersebut. Apakah ada virus atau semacamnya, harus segera dicari dan diberikan pertolongan,''ujarnya .

Madai menjelaskan pada 2005-2010, wilayah Pegunungan Tengah diserang virus hog cholera yang mengakibatkan ribuan ternak babi mati. ''Takutnya virus ini bermutasi ke manusia, ini yang harus segera di teliti," tegasnya.

Kabupaten Nduga terbagi atas 8 distrik dengan populasi 97.274 jiwa dan memiliki luas 2.168 kilometer persegi. Kabupaten Nduga berada di bawah Puncak Trikora di atas ketinggian 1.500-2.000 meter di atas permukaan laut dengan suhu berkisar 14,5 sampai 24,5 derajat celcius.



Robert Isidorus/AB
Suara Pembaruan

http://www.beritasatu.com/nasional/324410-41-anak-meninggal-di-papua-kepala-dinas-kesehatan-sibuk-luncurkan-buku.html#

Tidak ada komentar:

Posting Komentar