Ilustrasi Mahasiswa Papua yang bergabung dalam AMP menuntu Papua Merdeka di Kota Jog (fofto Kobogaunews)
Sumbang Analisa Untuk Perjuangan Rakyat Papua
Oleh : Bara
Yang terjadi di Papua secara umum
adalah persoalan kesejahteraan dan anti demokrasi, yang, selama ini (minimal
sejak 1969) dipertahankan oleh kepentingan yang lebih besar yaitu, kapitalisme/investasi—lokal maupun asing. Praktik operasionalnya adalah:
genosida, pembunuhan, pembungkaman demokrasi, kebebasan berorganisasi,
penghancuran alam, perampasan lahan adat, menghancurkan budaya lokal,
pencemaran, pembodohan, pemiskinan.
Eskalasi kekerasannya sangat tinggi,
hampir tiap saat ada pembunuhan dan kekerasan, hanya saja media borjuis tidak
ada yang meliput, ditambah lagi masih ada pelarangan kebebasan pers. Persoalannya sangat akut, musuh
rakyat Papua begitu digdaya, kekuatan yang ada di balik layar atas segala
persoalan berdiri menjulang bagai benteng raksasa; kapitalisme, imperium modal,
anjing penjaga modal bersenjata lengkap, kekuasaan politik nasional Indonesia.
Lalu, pertanyaannnya adalah: apakah mungkin kita (rakyat Papua) berjuang sendirian? Bukankah kita akan lemah jika sendiri-sendiri? Sudah kah ada persatuan? Dengan siapa kita harus bersatu?
Pertanyaan tersebut diajukan karena
tak mungkin pergi ke sorga sendirian.
Dari catatan di atas, bisa kita bagi
dalam 2 babak siasat (strategi-taktik) politik persatuan yang bisa dilakukan
secara simultan (beriringan/berbarengan) bukan ditahap-tahapkan:
Pertama,
adalah persatuan antar rakyat Papua
sendiri. Sudahkah memiliki syarat untuk bersatu? Jelas, sangat memiliki syarat:
sama-sama tertindas, sama-sama dirugikan oleh industri kapitalistik, sama-sama
tanah adatnya dirampas dan dirusak, sama-sama keluarganya dibunuh militer
Indonesia. Sama-sama hancur kebudayaannya.
Bagaimana dengan rakyat Papua yang
mencari hidup (mendapat keuntungan) dari mekanisme sistem pemerintahan kolonial Indonesia seperti PNS
dan pegawai administratur dalam industri tambang/migas? Jawabannya adalah:
Integrasi gagasan atau memasok gagasan perjuangan pembebasan agar bisa
menjembatani antara unsur maju (revolusioner—yang menghendaki pembebasan Papua)
dengan unsur pragmatis (yang ingin merdeka tapi secara ekonomi diuntungkan
karena bekerja sebagai PNS, dll). Singkatnya, berikan mereka pasokan pemahaman
yang sangat logis dan komprehensif agar mereka memahami mengapa harus mendukung
perjuangan pembebasan Papua. Pekerjaan-pekerjaan memberi pasokan kesadaran
dalam bentuk konkretnya adalah program agitasi-propaganda. Dengan
membagi-bagikan selebaran/leaflet/majalah sendiri, secara sembunyi-sembunyi
(jika itu membahayakan) dari rumah ke rumah. Pekerjaan di atas sebenarnya mudah
dilakukan bagi para militan pejuang yang berada di luar tanah air Papua,
sasaran penyadarannya adalah asrama-asrama mahasiswa Papua.
Tugas yang mendukung strategi taktik
penyadaran yang lain adalah perlunya pembacaan masyarakat (terutama Papua)
dengan berbagai level kesadarannya. Tentu tidak bisa dipungkiri bahwa tidak
semua masyarakat Papua sudah menahami pentingnya kemerdekaan/pembebasan, atau
mungkin ada yang menolak untuk merdeka. Di sinilah letak awal menganalisa untuk
menentukan apa agitasi-propaganda yang tepat bagi kesadaran rakyat Papua yang
terbagi-bagi persetujuannya tentang kemerdekaan. Ada yang pro dan ada yang
kontra kemerdekaan. Ada yang abstain dan ada yang malu-malu/takut untuk
menyatakan merdeka. Terbagi-baginya kesadaran rakyat bisa diatasi dengan
pekerjaan agitasi-propaganda (penyadaran kepada massa luas).
Tapi, bagaimana mungkin berpropaganda
di hadapan massa luas jika berkumpul saja pasti dibubarkan polisi dan tentara?
Jawaban untuk itu sudah tersedia yaitu membagi selebaran secara
sembunyi-sembunyi. Selain memang ada persoalan DEMOKRASI dan Keterbukaan
Politik di Papua. Persoalan itulah yang tidak bisa dipikul sendirian. Itulah
yang akan membawa tulisan ini pada bagian yang,
Kedua;
Demokrasi adalah jalan menuju
sosialisme. Itulah yang dikatakan Karl Marx, filsuf revolusioner. Secara logis
sudah begitu jelas jika perjuangan pembebasan membutuhkan demokrasi. Makna
demokrasi tentu demokrasi yang sejati, bukan demokrasi abal-abal yang ditafsir
sesuai logika modal. Demokrasi yang wajib diperjuangkan adalah
demokrasi-protagonis yaitu demokrasi yang menjadikan rakyat sebagai objeknya
(partisipasi seluruh rakyat). Demokrasi-protagonis berkonsekuensi menghancurkan
demokrasi palsu ala borjuis yang prosedural-legal-formal.
Secara ringkas, strategi
memprioritaskan perjuangan demokrasi sudah terbukti ampuh ketika kaum
pergerakan Indonesia berkonsentrasi menjatuhkan rezim kapitalis-militeristik
Soeharto pada tahun 1998. Persoalan yang paling mendesak ketika itu adalah
keterbukaan dan kebebasan politik.
Sehingga, demokrasi harus menjadi
syarat agar perjuangan melakukan penyadaran yang lebih luas bisa dilakukan
secara reguler dan sedikit hambatannya. Minimal, jika melaksanakan aksi di
tanah air Papua tidak dibubarkan oleh pasukan anjing kapitalis. Minimal, jika
melaksanakan rapat akbar/pertemuan terbuka, tidak ditembaki binatang berwarna
loreng peliharaan si tuan modal.
Terus membangun kelompok-kelompok
perlawanan, meluaskan gagasan pembebasan, meraih sebanyak-banyaknya kawan juang;
beraliansi, membangun jaringan dengan kelompok pro demokrasi yang berhaluan
kiri di Indonesia. Kenapa harus dengan yang kiri? Karena, di Indonesia, ada
kelompok pro-demokrasi yang setuju memperjuangkan kemanusiaan Papua tapi tidak
setuju kemerdekaan Papua (kontra-referendum). Nah, hanya kelompok pro-demokrasi
yang berhaluan kiri lah yang pro kemanusiaan dan pro referendum (hak menentukan
nasibnya sendiri).
(Barra/http://pembebasan-pusat.blogspot.co.id/2015/09/sumbang-analisa-untuk-perjuangan-rakyat.html)