Jumat, 11 September 2015

Sumbang Analisa Untuk Perjuangan Rakyat Papua

Ilustrasi Mahasiswa Papua yang bergabung dalam AMP menuntu Papua Merdeka di Kota Jog (fofto Kobogaunews)
Sumbang Analisa Untuk Perjuangan Rakyat Papua 

Oleh : Bara 

Yang terjadi di Papua secara umum adalah persoalan kesejahteraan dan anti demokrasi, yang, selama ini (minimal sejak 1969) dipertahankan oleh kepentingan yang lebih besar yaitu, kapitalisme/investasi—lokal maupun asing. Praktik operasionalnya adalah: genosida, pembunuhan, pembungkaman demokrasi, kebebasan berorganisasi, penghancuran alam, perampasan lahan adat, menghancurkan budaya lokal, pencemaran, pembodohan, pemiskinan.

Eskalasi kekerasannya sangat tinggi, hampir tiap saat ada pembunuhan dan kekerasan, hanya saja media borjuis tidak ada yang meliput, ditambah lagi masih ada pelarangan kebebasan pers. Persoalannya sangat akut, musuh rakyat Papua begitu digdaya, kekuatan yang ada di balik layar atas segala persoalan berdiri menjulang bagai benteng raksasa; kapitalisme, imperium modal, anjing penjaga modal bersenjata lengkap, kekuasaan politik nasional Indonesia.

Lalu, pertanyaannnya adalah: apakah mungkin kita (rakyat Papua) berjuang sendirian? Bukankah kita akan lemah jika sendiri-sendiri? Sudah kah ada persatuan? Dengan siapa kita harus bersatu?
Pertanyaan tersebut diajukan karena tak mungkin pergi ke sorga sendirian.

Dari catatan di atas, bisa kita bagi dalam 2 babak siasat (strategi-taktik) politik persatuan yang bisa dilakukan secara simultan (beriringan/berbarengan) bukan ditahap-tahapkan:

Pertama, 
adalah persatuan antar rakyat Papua sendiri. Sudahkah memiliki syarat untuk bersatu? Jelas, sangat memiliki syarat: sama-sama tertindas, sama-sama dirugikan oleh industri kapitalistik, sama-sama tanah adatnya dirampas dan dirusak, sama-sama keluarganya dibunuh militer Indonesia. Sama-sama hancur kebudayaannya.

Bagaimana dengan rakyat Papua yang mencari hidup (mendapat keuntungan) dari mekanisme sistem pemerintahan kolonial Indonesia seperti PNS dan pegawai administratur dalam industri tambang/migas? Jawabannya adalah:

Integrasi gagasan atau memasok gagasan perjuangan pembebasan agar bisa menjembatani antara unsur maju (revolusioner—yang menghendaki pembebasan Papua) dengan unsur pragmatis (yang ingin merdeka tapi secara ekonomi diuntungkan karena bekerja sebagai PNS, dll). Singkatnya, berikan mereka pasokan pemahaman yang sangat logis dan komprehensif agar mereka memahami mengapa harus mendukung perjuangan pembebasan Papua. Pekerjaan-pekerjaan memberi pasokan kesadaran dalam bentuk konkretnya adalah program agitasi-propaganda. Dengan membagi-bagikan selebaran/leaflet/majalah sendiri, secara sembunyi-sembunyi (jika itu membahayakan) dari rumah ke rumah. Pekerjaan di atas sebenarnya mudah dilakukan bagi para militan pejuang yang berada di luar tanah air Papua, sasaran penyadarannya adalah asrama-asrama mahasiswa Papua.

Tugas yang mendukung strategi taktik penyadaran yang lain adalah perlunya pembacaan masyarakat (terutama Papua) dengan berbagai level kesadarannya. Tentu tidak bisa dipungkiri bahwa tidak semua masyarakat Papua sudah menahami pentingnya kemerdekaan/pembebasan, atau mungkin ada yang menolak untuk merdeka. Di sinilah letak awal menganalisa untuk menentukan apa agitasi-propaganda yang tepat bagi kesadaran rakyat Papua yang terbagi-bagi persetujuannya tentang kemerdekaan. Ada yang pro dan ada yang kontra kemerdekaan. Ada yang abstain dan ada yang malu-malu/takut untuk menyatakan merdeka. Terbagi-baginya kesadaran rakyat bisa diatasi dengan pekerjaan agitasi-propaganda (penyadaran kepada massa luas).

Tapi, bagaimana mungkin berpropaganda di hadapan massa luas jika berkumpul saja pasti dibubarkan polisi dan tentara? Jawaban untuk itu sudah tersedia yaitu membagi selebaran secara sembunyi-sembunyi. Selain memang ada persoalan DEMOKRASI dan Keterbukaan Politik di Papua. Persoalan itulah yang tidak bisa dipikul sendirian. Itulah yang akan membawa tulisan ini pada bagian yang,

Kedua;
Demokrasi adalah jalan menuju sosialisme. Itulah yang dikatakan Karl Marx, filsuf revolusioner. Secara logis sudah begitu jelas jika perjuangan pembebasan membutuhkan demokrasi. Makna demokrasi tentu demokrasi yang sejati, bukan demokrasi abal-abal yang ditafsir sesuai logika modal. Demokrasi yang wajib diperjuangkan adalah demokrasi-protagonis yaitu demokrasi yang menjadikan rakyat sebagai objeknya (partisipasi seluruh rakyat). Demokrasi-protagonis berkonsekuensi menghancurkan demokrasi palsu ala borjuis yang prosedural-legal-formal.

Secara ringkas, strategi memprioritaskan perjuangan demokrasi sudah terbukti ampuh ketika kaum pergerakan Indonesia berkonsentrasi menjatuhkan rezim kapitalis-militeristik Soeharto pada tahun 1998. Persoalan yang paling mendesak ketika itu adalah keterbukaan dan kebebasan politik.
Sehingga, demokrasi harus menjadi syarat agar perjuangan melakukan penyadaran yang lebih luas bisa dilakukan secara reguler dan sedikit hambatannya. Minimal, jika melaksanakan aksi di tanah air Papua tidak dibubarkan oleh pasukan anjing kapitalis. Minimal, jika melaksanakan rapat akbar/pertemuan terbuka, tidak ditembaki binatang berwarna loreng  peliharaan si tuan modal.

Terus membangun kelompok-kelompok perlawanan, meluaskan gagasan pembebasan, meraih sebanyak-banyaknya kawan juang; beraliansi, membangun jaringan dengan kelompok pro demokrasi yang berhaluan kiri di Indonesia. Kenapa harus dengan yang kiri? Karena, di Indonesia, ada kelompok pro-demokrasi yang setuju memperjuangkan kemanusiaan Papua tapi tidak setuju kemerdekaan Papua (kontra-referendum). Nah, hanya kelompok pro-demokrasi yang berhaluan kiri lah yang pro kemanusiaan dan pro referendum (hak menentukan nasibnya sendiri).

(Barra/http://pembebasan-pusat.blogspot.co.id/2015/09/sumbang-analisa-untuk-perjuangan-rakyat.html)