Kamis, 17 September 2015

Pelanggaran HAM : KEJAHATAN (NKRI) LEBIH DARI JUMLAH PENDUDUK PAPUA

Foto : Doc.Prib/Musa/Ist
Oleh : Musa Boma

Jayapura, Pelanggaran HAM, (KM)--Kita dapat menyimak berbagai pemberitaan belakangan ini terkait dengan situasi-situasi di Tanah Papua. Berbagai macam bentuk pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat yang terjadi di Papua memang sangatlah memprihatinkan, bagaimana tidak ? Kalau setiap hari kita sudah kembali mendengar atau bahkan melihat ada korban nyawa terhadap orang Papua.

Di jayapura 8/06/2015 di padang bulan dua warga korban sekian rumah di bakar dan sebelas sepeda motor di ambil polisi dan Asrama kamkei terjadi penikaman atas nama Hendrikus Iyai mahasiswa Umel Mandiri tali perut keluar saat ini di rawat di rumah sakit Abepura dalam kondisi yang parah.

Rumah warga di bakar oleh masyarakat gabungan Polisi sekian rumah bersama sebelas sepeda motor di ambil oleh polisi dan sampai saat ini belum ada pertanggunjawaban dari pihak pelaku ambil motor dan kebakaran rumah.

Itu bagian dari pelanggaran berat karena apa?itu sudah jelas menghilangkan nyawa manusia oleh pihak yang tidak bertanggun jawab maka ini harus Negara harus bertanggun jawab itu tidak bisa tidak.

Situasi, persoalan tersebut sudah bukan hal yang baru, bagaimana tidak.? Teror, intimidasi dan segala bentuk kekarasaan di Tanah Papua merupakan sebuah fenomena yang setiap saat kami hadapi.

Pernahkah kita bertanya ada apa, mengapa, bagaimana oleh siapa dan untuk apa serta lainnya, sehingga terjadi bentuk-bentuk kekerasan tersebut.?

Hal yang sangat memprihatinkan, dimana bentuk kejahatan tersebut lebih banyak terjadi di daerah dimana basis aktivis Papua merdeka berada, dan pedalaman dibanding dengan daerah perkotaan atau pesisir semenanjung Cenderawasih.

Ketika kami anak negeri berbicara atau bersuara tentang hak kami, selaluh menamai kami dengan berlebel separatis, OPM, pengacau itu yang ada dari pihak NKRI.Hal serupa demikian ini membuat rakyat bangsa papua tarauma, dan ingin mau keluar dari Republik kavitalis ini

Dengan stigma yang selalu dilekakan itu, maka jangan pernah salahkan rakyat Papua, ketika luka dan sakit hati itu dijadikan sebagai sebuah kekuatan rakyat yang sangat besar, dan inilah yang terjadi saat ini, maraknya suara dan pekikan “Kami” merupakan bukti nyata, kalau rakyat Papua ingin bebas dan keluar dari segala bentuk diskriminasi murni yang dilakukan TNI-Polri yang lupa dirinya, bahwa mereka juga manusia sama serupa dengan masyarakat Papua.

Tidak lama ini kita semua dikejutkan dengan pembunuhan di jayapura, penikaman mahasiswa atas nama Hendrikus Iyai mahasiswa asal Mapia,dan penembakan di Pania yang sampai pada jam ini belum terungkap siapa pelaku penembakan itu.

Itu semua tindakan HAM murni dari aparat tersebut adalah tindakan yang terkutuk, tindakan yang secara langsung menyatakan ketidak sanggupan TNI-Polri dalam melakukan tugasnya. Tidak ada pendekatan secara nyaman, yang terjadi hanyalah pendekatan dengan kekerasan dan pembunuhan terhadap rakyat sipil di tanah Papua.

Pada dasarnya, manusia ketika makin ditekan, maka dia akan semakin memberontak, dan kini kita telah melihat bersama, dimana situasi gejolak politik, kekerasan, teror, intimidasi, penyiksaan dan kematian warga sipil di tanah Papua sudah berada pada stadium tingkat tinggi.

Kalau meman situasi di papua demikan berarti rakyat bangsa Papua barat akan habis,maka sebelum rakyat papua habis PBB segera adili Indonesia di pengadilan Internasional supaya kami hidup tenan, aman, nyaman, di negeri kami sendiri.

Dari setiap pergantian pemimpin ke pemimpin kita berharap bersama , agar ada perubahan yang lebih baik, namun sebaliknya, seakan menjadi tradisi siasat kebudayaan TNI-Polri. Masih banyak bentuk kekerasan yang terjadi, bahkan di segala bidang jika kita cermati secara baik. Namun yang menjadi dasar dari sebuah perjuangan rakyat Papua pada saat ini, adalah bukan semata perjuangan politik untuk mendapatkan hak politik yaitu merdeka. Tapi ironisnya merupakan perjuangan kemerdekaan bagi bangsa papua barat tekanan dan segala bentuk diskriminasi,dan lain bentuk HAM

Bagi kami, ini adalah sebuah teguran rakyat yang sangat keras kepada pemimpin nasional Presiden Joko Widodo beserta seluruh kelengkapan negara ini, agar segera memperbaiki sikap. Jika negara ini dapat merefleksi perjalan panjang masyarakat Papua dengan segala latar belakang berbagai peristiwa dan telah menelan korban jiwa yang bukan sedikit, ini merupakan bagian dari persoalan-persoalan sejarah politik masa lalu dan masa sekarang.
Persoalan masalah status politik sampai kini belum tuntas dan bentuk kasus HAM terus terjadi sejak tahun 1960-an sampai saat ini.

Orang Papua Barat terus dibantai seperti halnya binatang. Kekerasan 3 tahun terakhir ini, negara melakukan kekersan melalui TNI-Polri. Pembungkaman ruang demokrasi, pembunuhan kilat, penangkapan sewenag-wenang sejak tahun 2012 sampai dengan tahun 2015 meningkat di Papua dan Papua Barat.

Pembunuhan massal terhadap rakyat sipil yang dilakuan oleh kepolisian merupakan kejahatan Negara. Penembakan 5 warga sipil pada tanggal 08 Desember 2014 di Paniai tidak dapat dibenarkan degan alasan apa pun, polisi tidak harus melakukan penembakan terhadap rakyat sipil, karena kami tidak memiliki senjata dan di papua tidak ada pabrik senjata dan amusi Negara membalikan penembakan ini dari OPM ini sangat keliru.

Setiap menjelang perayaan hari Natal, Polisi terus melakuan penembakan terhadap rakyat sipil dan pembela HAM di Papua Barat, pembunuhan massal terhadap rakyat sipil pada hari Senin 08 Desember 2014 di Paniai merupakan kado Natal yang diberikan oleh Polda Papua dan Pandam Papua bersama pemerintahan Jokowi kepada rakyat Papua.

Kado Natal bagi rakyat Papua pernah terjadi beberapa tahun lalu, pada tahun 2000 tanggal 10 November 2000, tokoh karismtik Papua merdeka Theys H Eluay dibunuh oleh Kopassus. Kemudian pada tanggal 16 Desember 2009, pejuang keadilan (Almarhum) Kelly Kwalik dibunuh oleh Densus 88 dan polisi di Timika. Kemudian pada tanggal 16 Desember 2012, Hubertus Mabel Ketua Komisariat KNPB Pusat dibunuh di Wamena.

Pada tanggal 19 Polres Dogiyai menembak 3 anggota KNPB dan melakukan penangkapan sewenang-wenanp terhadap 12 aktivis KNPB Dogiai dan 13 aktivis KNPB, kemudian 15 orang dibebaskan 3 hari kemudian 10 orang masih ditahan.

Kado Natal oleh pemerintahan Jokowi-JK tahun 2014, TNI-Polri menembak mati 5 orang dan 22 orang terluka di Paniai . Hal ini merupakan pemusnahan “Ras Melanesia” dilakukan oleh pemerintah Indonesia melalui Polda Papua Pandan Papua bersama pemerintah Jakarta dari tahun ke Tahun. Kepolisian Daerah Polda Papua, terus melakukan kekerasan di tanah Papua Barat, kami menilai semua kekerasan di Papua aktor utama adalah Polda Papua dan Papua Barat Pandam Papua bersama pemerintah Jakarta.

Tindakan aparata Kepolisian terhadap rakyat sipil benar-benar tidakan tidak manusiawi. Polda Papua harus bertanggungjawab atas tindakan aparatnya di Paniai bersama Organda karena ini HAM berat.

Penulis Adalah: Aktivis Mahassiwa Uncen Fakultas Fisip Jayapura-Papua

Tidak ada komentar:

Posting Komentar