Kamis, 15 Januari 2015

JEJEK KAPITALISME DI PAPUA

ist
Negara-negara Eropa (Portugis, Spanyol, Inggris, Belanda) dan Asia (Jepang dan Indonesia hingga kini menguasai,) mendatangi Papua Barat dalam kurung waktu abad ke 13-19 melalui Maluku, wilayah Kerajaan Tidore dan Ternate terutama untuk misi dagang. Mereka kendalikan perdaganggan di Papua secara tidak langsung melalui kesultanan Tidore dan Ternate . Namun, Portugis dan Spanyol tidak berhasil menguasi pedangang rempah-rempah di Maluku. Spanyol menarik diri pindah ke Fhilipina dalam tahun 1663. Perdangan mereka di Papua pun berakhir.

Perdangangan Belanda pun gagal di Maluku bersamaan dengan kepergian VOC pada 1800. Kemudian, pedangan-pedangan Swasta Belanda mendatanggi, menetap dan berdangan di Maluku . Belanda sudah tidak memikirkan atau membiarkan Papua wilayah tanpa ada yang mengaku wilayah kekuasaan Politik. Belanda memikirkan Papua setelah dua puluh tahun kemudian dengan mendirikan benteng Fort du Bus di Triton, Kaimana pada 24Agustus 1828. Belanda mendirikan benteng demi usaha ekpedisi-ekpedisi daripada bidang pemerintahan, pendidikan dan kesehatan. Belanda membiarkan gereja yang mengurus manusiannya.

JP.Droglever, sejarahwan Belanda mengaku bahwa pemerintah membiarkan urusan pelayanan kemanusiaan menjadi kewajiban misi Gereja Postestan di wilayah Uatara dan Katolik di Wilayah Selatan Papua. Gereja jatuh bangun bersama orang Papua. Gereja mendorong peradaban orang Papua disela-sela kesibukan pemerintah memikirkan, merancang dan mendeteksi kekayaan alam Papua untuk kemudian mencurinya melalui korporasi politik Internasional (Amerika, Australia, Belanda dan Indonesia).

Tahun 1900 Pemerintah Belanda merencanakan dan melaksanakan sejumlah ekspedisi. Ekpedisi sampai dengan akhir tahun 1930-an berjumlah sekitar 140 ekpedisi . Tim ekspedisi mendapatkan sejumlah tantangan dari penduduk Papua. Tim ekpedisi mengambil kesimpulan, penolakan penduduk asli itu akan berjalan lancar bila wilayah ini ada dalam kekuasaan penuh pemerintah Belanda ”. Oleh karena itu, Pemerintah Belanda cetuskan Deklarasi Batavia yang berisi penegasan bahwa Wilayah Nerderlang New Guinea tidak termasuk wilayah Hindia Belanda pada 1910. Batas Hindia Belanda dari Aceh sampai Maluku sesuai kekuasaan wilayah kekuasaan Hindia Belanda. Nederland New Guinea dikatakan berada langsung di bawa pengawasan pemerintah Belanda di Nederland.

Pada 1921, pemerintah Belanda Meningkatkan status New Guinea menjadi Asisten Residen dan pada 1923 menjadi satu Keresidenan penuh . Tahun 1931, pemerintah Belanda melancarkan survey minyak. Berhubungan dengan ekplorasi minyak, pada 1935, sejumlah perusahaan dari Inggris, Belanda dan Amerika Serikat mendirikan perusahaan Minyak bersama yang disebut Nenderlandsche Nieuw Guinea Petroleum Maatscppij (NNGPM) dan melakukan pegeboran minyak di Babo.

Setelah setahun pendirian NNGPM, pada tahun 1936, Dr. Jean Jacques dari Belanda mengadakan penelitian di Gunung Biji Ertsberg. Hasil penelitian itu menjadi cikal bakal PT.Freeport Indonesia menjadi penghasil emas dan tembaga terbesar di dunia. Kontrak karya pertama PT. Freeport dengan Indonesia pada 7 April 1967. Kontrak karya kedua dilakukan pada 30 Desember 1991 dan kontrak karya ke tiga pada 2014 memperpanjang kontrak yang akan berakhir pada 2021 hingga 2041 .

Perjanjian Indonesia dengan Amerika atas lahan Freeport awal dari kontrak karya sejumlah perusahaan (pertambangan maupun perkebunan) berskala besar di Papua.

Pada 2002, Indonesia menjual gas bumi dalam bentuk Liquefied Natural Gas (LNG/gas alam cair) Tanggu ke Fujian-Tiongkok dengan jangka kontrak 25 tahun . Perusahaan ini mulai dibangun pada 2005. Kepemilikan saham terbesar ada pada British Petrolium (BP) memiliki 37,16% dan lima perusahaan lain .

Dalam tahun penjualan gas di Bintuni, warga Paniai menemukan butiran Emas di Degeuwo. Penemuan butiran emas itu menarik puluhan perusahaan berbodong-bondong ke Degeuwo. Ratusan masyarakat banjir sebagai penduang maupun pekerjaan perusahaan emas. Satu perusahaan, dari 36 perusahaan yang mencuri emas Degeuwo berafiliasi dengan perusahaan emas yang berbasis di Autralia . Perusahaan-perusahaan itu terus bergerak mencaplok dan mencuri emas Degeuwo di tengah ketidakjelasan atau tarik ulur izin antara pemerintah dengan masyarakat.

Pada tahun 2010, pemerintah Indonesia meluncurkan program Food and Energy estate. Program ini didaratkan di Merauke. Alokasi lahan tanah sekitar dua juta hektare. 46 perusahaan akan mengelolah lahan ini, baik itu untuk perkebunan tebu, padi maupun perkebunan kayu untuk kebutuhan energi terbarukan . Pemerintah bernafsu menguasi pasar dan memajukan rakyat namun masalahnya rakyat mana yang hendak pemerintah majukan? Tentunya rakyat Indonesia menurut definisi UU dasar yang layak dan pantas menjadi presiden orang asli Indonesia sebelum amandemen pertama.

Masalah penting dari dan dalam keseluruhan jejak kontrak karya perusahaan yang ada di Papua, siapa pemilik lahan proyek perusahaan? Negara tentunya mengatakan tanah Papua dikuasai oleh Negara. Klaim itu membuat pemilik hak ulayat tunduk tidak berdaya menghadapi kekuatan bedil kapitalis (Amerika, Autralia, Inggris) melalui Indonesia. Amerika Serikat tanpa malu menandatagani kontrak karya Freeport dengan Indonesia sebelum PEPERA 1969 ”. Kata lain, Amerika mengakui Papua bagian dari wilayah Indonesia atas klaim Soekarno sebelum orang Papua menentukan pilihan bebas.

Kepentingan Amerika dan kroninya jelas. Ekonomi. Apakah karena itu Amerika dan negera-negara anggota PBB tidak pernah menyoal pelanggaran hukum, politik dan HAM selama pelaksaan PEPERA Papua 1969? Apakah Amerika tidak mau mengakui atau malu mengakui kesalahannya lantaran kepentingan bisnisnya di Papua? Entalah atau itu rahasia publik dunia. 

Penulis adalah Mawel Benny Wartawan Jubi, Tinggal di Jayapura-West Papua 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar