Kamis, 27 November 2014

PEMEKARANG DI PAPUA, PEMEKARAN KONFLIK DI ERA GLOBAL

Ilustrasi, Penolakan Pemekaran Di West Papua (foto,Umagi)
Oleh: Silvester Bobii*)
 
Pemekaran di Indonesia, khususnya di Papua membunuh generasi-generasi penerus bangsa. Generasi penerus bangsa habis hanya karena kepentingan pribadi, kepentingan politik, kepentingan ekonomi dan juga untuk kepentingan tertentu lainnya. Dari kepentingan-kepentingan inilah melahirkan konflik. Tentu ada dampak positif tetapi tidak banyak, sedikit.

Makna Pemekaran Daerah
Di tengah era globalisasi ini, istilah pemekaran daerah sudah tidak menjadi kata yang asing lagi untuk kita. Kata pemekaran ini selalu kita dengar dimana-mana dalam kehidupan sehari-hari. Pemekaran daerah merupakan bagian dari otonomi daerah setempat.

Secara etimologi, kata pemekaran berasal dari kata, mekar. Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, dijelaskan bahwa pertama, Mulai berkembang; Kedua, Menjadi bagus; Ketiga, Berkembang menjadi banyak. Namun makna dari pemekaran menjadi masalah karena tidak relevan dengan makna pemekaran daerah yang kenyataannya menjadikan wilayah yang kecil.

Hal ini pula dikatakan dalam PP No. 78. Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan Daerah bahwa pemekaran juga merupakan pemecahan dari provinsi atau kabupaten/kota menjadi dua daerah atau bahkan lebih. 

Pemecahan dari satu provinsi atau kabupaten/kota jika memenuhi persyaratan yaitu sumber daya alamnya cukup dan sumber daya manusianya cukup dan mandiri.

Pemekaran daerah otonomi baru mulai termasyur sejak disahkannya UU No 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah yang kemudian direvisi menjadi UU No 32 Tahun 2004. Dengan demikian, pemekaran daerah di Indonesia merupakan pembentukan wilayah administratif baru di tingkat provinsi maupun kota dan kabupaten dari induknya demi pengembangan SDM (Sumber Daya Manusia) dan juga karena tersedianya SDA (Sumber Daya Alam). 

Pemekaran Kabupaten di Papua Meningkat
Pada tahun-tahun belakangan ini pemerintah Indonesia hanya begitu saja memberikan pemekaran kabupaten di Papua sebanyak 29 kabupaten pemekaran baru dari induknya mulai dari tahun 1993-2012. Dan, rencananya pada tahun 2013/2014 ini pemerintah Indonesia sudah siap memberikan pemekaran daerah otonomi baru sebanyak 25 kabupaten dan beberapa provinsi di Papua dan Papua Barat yang terlepas dari induknya. 

Dengan melihat realitas pemekaran-pemekaran secara bebas tanpa mengatasi konflik-konflik yang sudah terjadi, yang sedang terjadi dan yang akan terjadi dari setiap pemekaran ini, maka tentu saja akan menciptakan konflik antar Suku, Agama, Ras dan adat istiadat (SARA) demi kepentingan politik, kepentingan pribadi, kepentingan jabatan dan kepentingan tertentu lainnya.
Tanah Papua merupakan wilayah pemekaran terbanyak di Indonesia. Melalui pemekaran-pemekaran yang dilakukan pemerintah menciptakan manusia statis. Kestatistisan membuat rakyat tidak bisa bekerja karena pemberiaan uang secara brutal, tanpa tujuan yang jelas dan darimana uang-uang tersebut datang.

Pemerintah membuat rakyat hanya memfokuskan diri pada uang, bergerak sedikit uang, bernafas uang dan berpikir pun uang. Pada hal kita tahu bahwa manusia sebelumnya hidup damai, tenang, bahagia, kerja keras, gotong royong, hidup mandiri dan pada umumnya jika tidak bekerja berarti tidak akan makan.

Tetapi dengan daerah pemekaran kabupaten baru membunuh masyarakat kecil. Kita sering mendengar, masyarakat berkata, "Gaji perbulanan sudah disediakan oleh pemerintah, beras sudah disediakan oleh pemerintah dan dana Otonomi Khusus sudah ada. Jadi untuk apa kita harus berusaha berjuang."

Ungkapan tersebut keluar dari kaum anak-anak, remaja, dewasa, dan orang tua yang sudah selesai pendidikan maupun yang belum berpendidikan pada umumnya di pelosok Papua. Dengan demikian, terjadilah pemekaran kabupaten dan pemekaran konflik. Banyak bermunculan kekerasan, pembunuhan, pemerkosaan, penindasan, pencurian, kriminal di mana-mana khususnya di tempat-tempat pemekaran kabupaten baru di Papua dan di Indonesia secara umum.

Dampak Pemekaran Kabupaten
Dampak negatif yang dialami dan dirasakan dari pemekaran-pemekaran ini adalah sebagai berikut.

Pertama, Sumber Daya Manusia (SDM) seperti; pendidikan, kesehatan, ekonomi menjadi nomor dua dibandingkan dengan pembangunan-pembangaunan bersifat material yang sangat banyak. Tetapi, tidak memberdayakan manusia yang berkualitas. Misalnya bangunan pendidikan dimana-mana, tetapi tidak ada guru atau pengajar di sekolah.

Kedua, Sumber Daya Alam (SDA) seperti flora dan fauna di laut maupun di daratan sudah habis. Ketiga, Tidak membangun dengan sepenuh hati seperti kesehatan, pendidikan, sosial, budaya. Keempat, Ruang gerak masyarakat dipersempit oleh para TNI/POLRI di seluruh pelosok Papua. Kelima, Kebudayaan atau kebiasaan masyarakat dalam kehidupan sudah hilang lenyap. Keenam, banyak bermunculan budaya modern seperti HIV/AIDS, minuman keras, kriminal yang semakin banyak.

Dampak positif dari pemekaran adalah sebagai berikut. Pertama, merangkul dan mempermudah komunikasi antar pemerintah dan masyarakat dari daerah-daerah terpelosok. Kedua, membuka daerah tertinggal melalui pembangunan seperti jalan, jembatan dan cara pengaturan kota.

Dengan demikian, pemekaran daerah baru seperti kabupaten, kota dan provinsi merupakan salah satu program yang dirancang sedemikan rupa untuk menghilangkan ras Malanesia Papua yang dipelopori oleh pemerintah pusat, Jakarta. Hal ini diperantarai oleh kaum politik lokal demi Alam Papua dan Manusia Papua.

Pembangunan-pembangunan yang bersifat material tidak akan menjamin manusia Papua sebelum Sumber Daya Manusianya (SDM) dan Sumber Daya Alamnya (SDA) tidak diperhatikan dengan hati. Karena tidak memberdayakan kebiasaan hidup masyarakat seperti cara bertani, cara berkebun, cara bernelayan dan cara beternak. 

Selanjutnya ada lima konflik besar karena adanya pemekaran daerah otonomi baru yaitu; pendidikan, kesehatan, kemiskinan, ekonomi dan sosial-budaya. Maka pertanyaan mendasarnya adalah apakah melalui pemekaran-pemekaran ini pemerintah akan duduk, tinggal, makan dan berbicara bersama masyarakat pribumi Papua dan alam Papua demi perubahan?.

Oleh karena itu, jangan ada pemekaran kabupaten, kota dan provinsi baru di Papua karena pemekaran-pemekaran baru akan menciptakan konflik yang bertumpuk-tumpuk, padahal sampai saat ini konflik yang sudah ada saja tidak bisa diatasi oleh pemerintah daerah maupun pemerintah pusat (Jakarta). Baik itu konflik (SDM) Sumber Daya Manusia, (SDA) Sumber Daya Alam di Papua dan Papua Barat.

Pemekaran kabupaten, kota dan provinsi dimana-mana membuka ruang pemekaran konflik di atas tanahnya sendiri. Konflik yang akan terjadi di depan mata kita jika kita membiarkan pemekaran kabupaten, kota dan provinsi di tanah Papua. 

Semuanya ini hanya demi kepentingan pribadi dan kepentingan tertentu. Tetapi jalan keluarnya adalah kita merehap kembali pemekaran kabupaten, kota dan propinsi induk yang sudah ada demi manusia Papua dan alam Papua tanpa membuat pemekaran-pemekaran yang baru lagi. Stop, stop, stop!.

Penulis adalah Silvester Bobii Mahasiswa Pada STFT Fajar Timur Abepura Papua

Tidak ada komentar:

Posting Komentar