Senin, 24 November 2014

DALAM KONTEKS KEPENTINGAN INDONESIA DI PAPUA

Ilustrasi , Bendera Pusaka Bintang Kejora dan Peta Papua.
(Foto, Google)
Dalam Konteks Kepentingan PolitiK RI

Walaupun pemerintah RI menegaskan bahwa integrasi Irian Barat sudah final, dan tak dapat diganggu-gugat lagi, pada kenyataannya, prinsip JUS COGENS belum terpenuhi. Jadi sekalipun ”PEPERA 1969” telah puluhan tahun berlalu, ia tetap dinyatakan cacat hukum karena one man one vote tidak dieksekusi. Hak Menentukan Nasib Sendiri adalah milik seluruh rakyat Papua. Dan bukan milik segelintir 1.026 orang (yang telah ditunjuk, disogok, dan diintimidasi) serta bukan juga milik pemerintah RI, Belanda, dan Amerika Serikat.


Suka tidak suka, sesuai dengan prinsip ERGA OMNES, seluruh negara-negara di dunia harus memberi kesempatan kepada PAPUA BARAT untuk melaksanakan haknya tersebut. Jadi PENDUDUKAN RI atas Papua Barat akan disebut SAH, jika pemungutan suara untuk mengetahui kehendak rakyat Papua telah dinyatakan berdasarkan prinsip one man one vote yang disupervisi oleh seluruh masyarakat internasional, di luar daripada itu maka PENDUDUKAN RI atas PAPUA adalah kejahatan terhadap kemanusiaan.

Semoga tambahan uraian singkat di atas mampu menguatkan hati setiap orang yang sedang memperjuangkan hak-hak dasar bangsa Papua ini agar tetap optimis dalam memperjuangkannya. Sekalipun komisi dekolonisasi PBB bubar, sekalipun seribu tahun telah berlalu, Hak Untuk Menentukan Nasib Sendiri bangsa Papua akan tetap ada. Jangan putus asa.

Papua adalah Milik Bangsa Papua Barat
Sebagaimana Pulau Jawa adalah milik orang Jawa, Pulau Sumatra adalah milik orang Sumatra dan Pulau Kalimantan adalah milik orang Kalimantan. Jadi Papua bukan milik Kerajaan Majapahit, Kesultanan Ternate atau Tidore sebagaimana yang suka digembar-gemborkan oleh politisi-politisi RI yang “sok tahu sejarah.”


Melawan Pendudukan adalah Melawan Sistem
Papua adalah milik bangsa Papua. Pernyataan ini bukan diskriminasi terhadap ras lain. Ini adalah appresiasi terhadap sejarah Papua itu sendiri. Nelson Mandela (dan Adelaide Tambo yang baru meninggal kemarin) di Afrika Selatan setelah memenangkan perjuangan melawan apartheid tidak mengusir atau membunuh orang Inggris dan India. Martin Luther King Junior ketika memperjuangkan penghapusan diskriminasi rasial juga tidak anti orang kulit putih Amerika. Dia bahkan bergandengan tangan dengan orang-orang kulit putih yang anti diskriminasi rasial memperjuangkan diangkatnya segregasi di AS. Perjuangan mereka adalah perjuangan melawan sistem. Jadi perjuangan bangsa Papua Barat juga adalah perjuangan melawan sistem yakni Pemerintah RI (yang di dalamnya ada orang Jawa, Maluku, Minahasa, Makasar, dan lain-lain, termasuk sejumlah orang Papua yang duduk di dalam sistem pemerintahan RI tersebut). 


Jadi pepatah melayu, “di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung,” perlu kita tanamkan kepada masyarakat migran agar mereka peka terhadap hak-hak dasar bangsa Papua Barat tersebut, sehingga mereka mau menghormati dan mendukungnya. Rodd Mc Gibbon, seorang peneliti East West Center Washington (2004) melihat bahwa sentimen anti pendatang (amber) sebagai representasi pendudukan Indonesia atas Papua Barat, sebagian besar merupakan efek dari kebijakan transmigrasi besar-besaran Pemerintah RI dan dominasi ekonomi.

By :  Yeskiel Kossay

Tidak ada komentar:

Posting Komentar