Selasa, 28 Juli 2015

Penguasa Adalah Musuh Kita

Ilustrasi Imperialisme. (Foto: Ist)
Oleh: Jhon Gobai

Dasar pikiran problema yang sedang mendunia saat ini adalah perjuangan ekonomis. Untuk kepentingan “Perut kenyang” mulai dari peradaban manusia yang masih feodal hingga saat ini (Globalisasi) persaingan kekuasaan semakin bertangga-tangga tak terukur.

Antara negara-negara penguasa dan kapitalis sedang berlomba menguasai daerah daratan yang masih memiliki Sumber Daya Alam (SDA). Para investor bergegas menanamkan modal asing dengan slogan-slogan persaingan kemajuan Globalisasi hanya untuk meloloskan kepentingan ekononinya dapat berjalan lancar.

Kedatangan para investor asing adalah membawa dampak buruk bagi masyarakat dan penghancuran bumi yang hijau. Dari masyarakat yang mengkonsumsi hasil produknya sendiri, setelah berjalan waktu menjadi masyarakat yang ketergantungan ketika penguasa kegelapan (Kapitalis) hadir. kemudian, masyarakat mulai menjual produknya, seperti tanah kepada pemilik modal asing, dan masyarakat pribumi hanya jadi pekerja keras di atas tanah milik mereka setelahnya.

Masyarakat pemilik tanah dan para buruh menyadari akan kerugiannya setelah dua kali lipat, tanah milik mereka, menjadi pekerja kasar, upah yang mereka dapat tak sesuai dengan waktu kerja dan porsi kerja dan memperkaya modal investor. Akan dihadapkan dengan kekerasaan dan amunisi ketika para pekerja kasar atau pun buruh tuntut keadilan dalam hak mendapatkan upah dan sebagai pekerja yang berjati.

Kerja untuk mendapatkan hasil yang adil dan tempat menemukan jati diri mereka, namun penguasa hadir untuk menguras masyarakat.

Dalam kesempatan penguasa/pemerintahan dan pemilik modal berjas merah dan menjadi bintang penguasa di atas penderitaan rakyat jelata, akan bangkit dan berdiri untuk lawan tuntuk revolusi. batu Kekuasan kepemilikan pribadi menuju masyarakat sosialis.

Dan kalau boleh berkata kondisi saat ini rakyat sedang menginginkan keadilan sosial, melawan kapitalis dan lumpuhkan penguasa. Antara bangun rumah baru dan, atau renovasi diatas tanah pribadi.

Dari Kepentingan yang Berbeda Melawan Musuh yang Sama

Sekarang ada kelompok-kelompk  yang mengatakan bahwa berjuang untuk ekomominya dahulu. Politik revolusi di nomor duakan. Para buruh dan rakyat yang merasa ditindas dari penguasa ekonomi, akan mengatakan perjuangan utama dan akan berujung pada ekonomi.

Sedangkan kaum revolusioner, aliansi Mahasiswa, dan gerakan kaum pemuda  akan merasa para buruh adalah penghambat perjuangan sebab perjuangan buruh sampai pada perjuangan ekomomisnya saja. Memang benar, dampak dari keuntungan modal asing rakya pekerja dan buruh salah satunya tidak dapat upah gaji yang adil.

Sehingga perjuangan mereka akan memperjuangkan kepentingan mereka, diatas tanah dan SDA milik rakyat mendapatkan upah yang diterima tak sesuai dan tak adil.

Dalam aksi damai dan apa pun bentuk kegiatan protes penyampaian aspirasi yang dibuat dari kaum revolusioner dan pergerakan, para buru perusahaan atau pun buruh bagasi dan pekerja-pekerja kasar tidak akan datang, walaupun melawan musuh kita yang sama. Karena buruh dan rakyat korban ketergantungan akan memperjuangkan ekonominya. Ia akan berkata, kalau hari ini saya batal kerja untuk ikut aksi protes, biaya hidup hari ini untuk keluarga siapa yang akan kasih bila gaji hari ini akan di potong?

Permasalahannya adalah beda pemahaman. Lantas kurang memberikan pemahaman kepada mereka bahwa musuh kita adalah sama. Dan dijajah dengan cara dan perlakuan yang berbeda sehingga beda pemahan pula. Padahal massa adalah buruh, dan musuh kita bersama yang harus kita lawan.

Gabung Jurus untuk Lawan

Untuk mendapatkan titik temu antara beberapa kelompok yang beda pemahamannya dari satu penjajah adalah organisir. Memberikan akar permasalahan lewat dunia pemahaman mereka. Bukan memaksa untuk mengikuti apa pun keputusan kami tanpa memberikan pemahaman yang mengakar dan mengarah pada kepentingan mereka menuju tujuan yang kita ingin capai.

Maka kaum revolusioner yang membutukan masa untuk melakukan pergerakan yang eksis dengan membuat masa yang kesadarannya lahir dari akal sehat dan kesadaran bahwa penjajahan datang dari kepentingannya adalah pengorganisiran. Mecoba membuka diri untuk memberikan pemahaman dan menemukan titik perjuangan untuk musuh yang sama.

Kerja-kerja pengorganisiran sangat penting untuk memahami keluhan mereka. Memberikan pemahaman tentang keluhan-keluhan. Apa sebabnya dan mengapa ketidakadilan terjadi dalam proses kerja mereka dan hingga mendapatkan upah yang tidak sesuai?

Ibarat dokter dan pasien. Ketika pasien menemui dokter dengan keluhan-keluhanya, dokter akan bertanya dahulu tentang indentitas pasien. Nama, alamat, umur berapa, kerja dimana, keluhannya apa, sudah berapa lama sakit, dan masih banyak pertanyaan yang dokter akan tanyakan pada pasiennya. Kemudian, dokter akan menyimpulkan dan memberikan alasan sebab-sebab dari sakit yang ia derita dan saran-hal-hal yang perlu diantisipasi untuk jaga kesehatan untuk kedepan.

Begitu pula dengan hal pengorganisiran. Ketika rakyat mengetahui hak-hak mereka dibungkam dan keadilan mereka ditiadakan. Dan siapa pelaku dan aktor penindasan, kekerasan secara fisik maupun non fisik, mereka akan menyatakan musuh kamu adalah musuh saya. Dan musuh kita. Mereka akan menyatakan Lawan, dan runtuhkan. 

Hal kedua untuk pengorganisiran, salah satu cara mengorganisir rakya yang efektif adalah melalui surat kabaratau koran dan juga selebaran berita atau pun berbagi informasi.

Saya tertarik ketika membaca isi majalah dari bebara asrama kabupaten dari Papua di Jogja yang meluncurkan majalah. Isinya tidak jauh dari dinamika politik, penindasan, kekerasaan, kekejaman Militer Indonesia terhadap rakyat Papua selama sejarah perjalanan panjang setelah Papua di aneksasikan ke dalam bingkai NKRI sejak 1 Mei 1963, setelah sebelumnya sejak 19 desember 1961 (Soekarno Mengumandangkan Trikora), 18 hari setelah Papua deklarasi sebagai satu Negara West Papua, 1 desember 1961, hingga saat ini.

Dimana Papua dipaksakan untuk masuk ke dalam bagian dari Indonesia dengan cara tak manusiawi sebelum PEPERA, 15 Agustus 1969. Namun cara dan pelaksanaan Pepera tidak sesuai isi perjanjian New York, 15 Agustus 1962,  pemilihan secara kovenan Internasional, satu orang satu suara beruba menjadi cara Indonesia, musyarah dan pemungutan suara yang penuh manipulatif.

Untuk kepentingan ekonomi, meloloskan kepentigan Amerika, Belanda dan politik Indonesia, telah meniadakan hak-hak rakyat Papua dan memberlakukan orang papua secara tak menusiawi. Mereka dihadapkan tombak senjata dan hambur hujan amunisi untuk memenangkan Pepera 1969. Hingga sampai saat ini rakyat papua mati di atas ketergantungan hidup yang.

Akhir kata kita adalah bangsa yang telah merdeka sebelum si penjajah datang, menduduki, menjajah dan menguasai bumi milik rakyat ini dan merampok harta kekayaan alam.

Kita telah merdeka atas diri kita, atas hidup kita, atas budaya kita, tanah kita, harga diri kita, martabat kita. Setelah kehadiran para penguasa, mereka telah membunuh semua sumber budaya, harga diri, martabat, sehingga kita ditelanjani.

Maka hari ini rakyat menderita, mengusap air mata di atas tanah leluhur mereka adalah suara kerinduan kebebasan. Mari kita rapatkan barisan lalu semua tangisan, derita ini kita akhiri demi kemerdekaan untuk rakyat yang seutuhnya

Catatan :

Pertama: Perubahan sisten dalam suatu rumah hanya mungkin di lakukan oleh dua MAHA; Masiswa dan Mahakuasa. Untuk mahasiswa Papua, apa yang ko lihat tentang tanah Papua? Apa yang ko lihat terhadap rakyat Papua? Kehidupan orang Papua seperti apa? Setelah ko lihat, apa yang ko rasakan? Terus apa yang kita harus lakukan setelah melihat semua itu?

Kedua: Setelah mengetahui semua tentang Papua, apakah ko akan akhiri semua penindasan ini? Ataukah terlibat mendukung dan menjalankan sistem yang sedang memusnakan etnis melanesia oleh penguasa ini?

Penulis adalah aktivis AMP