Selasa, 18 November 2014

PERJUANGAN PEMBEBASAN PEREMPUAN PAPUA DAN PERJUANGAN PEMBEBASAN NASIONAL RAKYAT PAPUA

Ilustrasi/Foto: Facebook
Perempuan berderajat lebih rendah dari pada laki-laki - inilah anggapan umum yang berlaku sekarang ini tentang kedudukan kaum perempuan dalam masyarakat. Anggapan ini tercermin dalam prasangka-prasangka umum, seperti "seorang istri harus melayani suami", "perempuan itu turut ke surga atau ke neraka bersama suaminya", dll. Prasangka-prasangka ini mendapat penguatan dari struktur moral masyarakat yang terwujud dalam peraturan-peraturan agama dan adat. Lagipula prasangka-prasangka tersebut, sepanjang ingatan kita, bahkan nenek-moyang kita, keadaannya memang sudah begini. Tapi anggapan ini adalah anggapan yang keliru. Para ahli antropologi sudah menemukan bahwa keadaannya tidaklah selalu demikian.

Maka berbicara mengenai pembebasan perempuan Papua tidak bisa dipisahkan dari perjuangan pembebasan sejati rakyat Papua secara keseluruhan. Dimana pandangan-pandangan umum yang mengeserkan posisi dan peran aktif perempuan dari keterlibatannya dalam dunia kerja tidak hanya dialami oleh perempuan diberbagai belahan dunia lain, perempuan Papua sebagai bagian dari golongan masyarakat di Papua yang saat ini berada dalam penindasan Imperialisme dan Kolonialisme NKRI juga berada pada posisi terpinggirkan dari hak-haknya.

Kenyataan ini sejatinya tidak dipahami oleh perempuan Papua, umumnya hanya dapat menerima kondisi ini sebagai suatu takdir yang diperuntukan secara turun-temurun, sehingga kebanyakan dari kaum perempuan Papua selalu pasrah dan menerima apa adanya status dan kedudukannya hanya sebagai pelengkap dan pendamping laki-laki.
 
 
Budaya pasrah dan selalu menerima kodratnya sebagai perempuan yang hanya sekedar sebagai pelengkap bagi laki-laki telah mendarah daging dalam diri perempuan Papua melalui ajaran-ajaran adat juga pandangan-pandangan religius yang menengelamkan batin perempuan Papua pada harapan-harapan subyektif akan kehidupan yang lebih baik dalam kesetaraan didunia akhirat. Sehingga perjuangan-perjuangan kongkrit bagi pembebasan perempuan Papua saat ini menjadi terabaikan. 
 
Telah banyak organisasi perempuan yang saat ini berdiri di Papua, disatu sisi banyak perempuan Papua telah dapat berkarya dalam dunia kerja dan banyak pula perempuan Papua yang menduduki peran-peran penting dalam birokrasi (eksekutif dan legislative), serta posisi penting lainnya dalam dunia kerja seperti menjadi ketua partai, tapi apa dengan demikian telah dapat membebaskan perempuan Papua secara keseluruhan? Banyak diantara perempuan Papua yang tidak dapat menikmati pendidikan hingga jenjang tinggi atau bahkan tertinggi sekalipun, hal ini hanya dikarenakan pandangan-pandangan lama yang tercipta dalam masyarakat kita, yang selalu memandang perempuan bukan sebagai penyokong/penopang keluarga, sehingga mengakibatkan kita semakin terpinggirkan.  
 
Pada masa kini, kita selalu mendengar “emansipasi dan pemberdayaan perempuan dalam pembangunan” yang diturunkan kepada perempuan Papua. Di Papua, gerakan emansipasi perempuan telah berkembang oleh berdirinya organisasi dan kelompok-kelompok perempuan yang umumnya diikuti oleh kaum perempuan yang berada pada kelas menengah keatas, misalnya organisasi-organisasi yang dibentuk  oleh instansi-instansi pemerintah. Umumya mereka adalah kelompok perempuan yang suaminya merupakan pegawai dalam instansi tersebut, dengan demikian secara otomatis status keanggotaanya mengikuti posisi dan jabatan suaminya. Salah satunya PKK tingkat Kabupaten, kedudukan pimpinan organisasi secara otomatis adalah istri bupati, tanpa harus dipilih dan diangkat secara demokratis oleh anggota, juga tanpa pernah dipertimbangkan apakah dia mampu dan berpengalaman dalam menjalankan program-rogram organisasi atau tidak? Organisasi yang demikian, dan berbagai organisasi lain yang dibentuk oleh lembaga-lembaga pemerintah, agama dan lembaga-lembaga lainnya pada dasarnya berjalan mengikuti hirarki kepemimpinan lembaganya yang didominasi oleh kaum laki-laki, sehingga pada prakteknya perempuan tetap diikat pada perannya sebagai pelengkap, tanpa dapat mewujudkan program-program pokok bagi pembebasan perempuan untuk keluar dari keterikatannya pada kerja-kerja domestik sebagai ibu rumah tangga ( buruh tak berupah).  
 
Menyadari akan pentingnya perjuangan pembebasan perempuan Papua dari ketertindasan dan diskriminasi yang diwujudkan dalam praktek birokrasi kapitalistik saat ini di Papua, adalah penting bagi lahirnya kesadaran kelas perempuan Papua untuk mewujudkan kesederajatan dari peminggiran terhadap hak-hak perempuan Papua sebagai bagian dari sektor kelas tertindas rakyat Papua lainnya. Hal ini terlebih dahulu harus melalui investigasi dan analisis kita yang mendalam, tepat dan jelas tentang tahapan perkembangan masyarakat Papua, sehingga kondisi-kondisi yang memungkinkan tentang kesetaraan hak-hak perempuan yang masih tertanam dalam masyarakat kita dapat menjadi pijakan kita bagi perjuangan-perjuangan pembebasan perempuan Papua kedepan. 
 
Di sinilah kita dapat menarik satu kesimpulan: “perjuangan pembebasan perempuan Papua akan tercapai  jika disatukan dengan perjuangan untuk mencapai terciptanya Pembebasan Sejati Rakyat Papua. Dan sebaliknya, perjuangan untuk mencapai  terciptanya Pembebasan rakyat Papua akan tercapai jika perjuangan ini menempatkan Pembebasan Perempuan Papua sebagai salah satu tujuan utamanya”. Kedua perjuangan ini tidak boleh dipisahkan, atau yang satu didahulukan daripada yang lain. Keduanya harus berjalan bersamaan dan saling mengisi dengan menghilangkan pandangan-pandangan lama, bahwa kepemimpinan politik perjuangan revolusi demokratik rakyat Papua dapat pula dipimpin oleh kelas perempuan Papua bersama-sama sektor masyarakat lain ; Masyarakat Adat, Tani, Buruh, Kaum Miskin Kota, dan Pemuda/Mahasiswa yang ada di Papua saat ini. 
  
Hanya dengan demikianlah kaum perempuan akan dapat dikembalikan pada posisi terhormat dalam masyarakat - sejajar dengan laki-laki dalam segala bidang kehidupan: ekonomi, sosial, politik dan budaya, sebagai tahapan menuju terciptanya tahapan masyarakat Papua yang Demokratis Secara Politik, Adil Secara Sosial, Sejahtera Secara Ekonomi dan Partisipatif Secara Budaya. 
 
Selamat Berjuang!

 Sumbernya: Ringkasan Materi Dikpol Aliansi Mahasiswa Papua.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar